Rabu, 05 November 2014

Model Pembalajaran Snowbal Throwing



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Salah satu tujuan pendidikan adalah mempersiapkan siswa dalam hal pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, agar kelak dapat berfungsi sebagai orang dewasa. Dengan perubahan yang cepat di dunia ini, maka perlu dilakukan penilaian kembali tentang apa yang dibutuhkan dan dipelajari oleh siswa untuk mengimbangi tantangan global dimasa depan. Sekolah sebagai pranata sosial harus kondusif dan peka terhadap kebutuhan siswa dimasa mendatang untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan menumbuhkan keterampilan pribadi siswa. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1, ayat 1 tentang Sisdiknas yang mengemukakan tentang Tujuan Pendidikan Nasional bahwa  pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmenumbuhkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi setiap individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Mengingat pentingnya arti pendidikan bagi kehidupan manusia, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga akan diperoleh hasil yang diinginkan. Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang fungsi Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi menumbuhkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Proses pendidikan merupakan interaksi pribadi antara para siswa dan interaksi antar guru, materi dan siswa. Dalam keseluruhannya upaya pendidikan ialahproses belajar mengajar dan merupkan aktivitas yang paling penting karena melalui proses inilah tujuan pendidikan akan dicapai dalam bentuk perilaku atau pribadi siswa. Bila pernyataan tersebut ditelaah, jelaslah bahwa melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu mensukseskan pembangunan nasional diberbagai bidang.
Sejarah Nasional dan Umum merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa sejak tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan berlandaskan kepada sejarah sebagai sarana pendidikan yang didalamnya mengandung nilai-nilai transformasi kesejarahan dan memiliki andil bagi pertumbuhan dnan perkembangan bangsa. Oleh karena itu, nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan sejarah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya guna melakukan filterisasi terhadap pengaruh negatif sehingga dapat membentuk kepribadian siswa dan pengembangan keterampilan siswa.
I Gde Widja mengemukakan bahwa dalam perspektif baru, pendidikan sejarah  harus progresif dan berwawasan tegas ke masa depan. Di sini di samping unsur kesadaran identitas diri yang menjadi tujuan, pendidikan sejarah progresif juga mengacau pada pengembangan segala potensi manusia yang salah satu kemampuan utamanya adalah yang antisipatif terhadap tantangan masa depan (Latief, 2012: 102).
Latief(2012: 102)mengatakan bahwa pelajaran sejarah tidak akan mampu menjadikan peserta didik peka terhadap masa kini dan terutama masa depan, jika pengajaran sejarah hanya menyajikan fakta sejarah, sebab fakta sejarah akan menumpulkan analisis, nalar peserta didik. Berkaitan dengan realistis objektif dalam pembelajaran sejarah, maka dibutuhkan suatu solusi metode pembelajaran sejarah yang dinamakan pendekatan kreatif.
Seperti diketahui, materi yang kadaluwarsa dapat membuat peserta didik merasa bosan dan jenuh. Maka dengan menggunakan pendekatan kreatif, materi yang kadaluwarsa tersebut dapat diatasi, sebab pendidik sejarah dituntut untuk senantiasa mengikuti dan tanggap terhadap perkembangan terakhir. Pendidikan sejarah yang tidak berinteraksi dengan situasi sosial saat ia diajarkan, tidak akan membawa manfaat yang besar.
Sehubungan dengan pembelajaran sejarah, Garvey and Krug (Latief, 2012: 110) menegaskan bahwa pada dasarnya pembelajaran sejarah merupakan suatu kegiatan untuk membantu pelajar, tidak hanya terbatas dalam hal penguasaan materi pelajaran, melainkan juga dalam hal pengembangan emosional dan intelektual para pelajar.Dalam hubungan ini pelajaran sejarah juga dapat diartikan sebagai (a) suatu kegiatan untuk menguasai pengetahuan tentang fakta sejarah, (b) suatu kegiatan untuk memperoleh pemahaman atau apresiasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau, (c) suatu kegiatan untuk memperoleh kemampuan dalam mengevaluasi dan mengkritisi sebuah tulisan sejarah, (d) suatu kegiatan untuk mengkaji teknik penelitian sejarah, dan (e) suatu kegiatan untuk mengetahui bagaimana menulis sejarah yang baik.
Sebagai salah satu komponen dalam pendidikan ilmu pengetahuan sosial, selama ini pelajaran sejarah masih diselenggarakan secara alakadarnya, yakni dengan menggunakan metode konvensional, seperti metode ceramah, tanya jawab, penugasan, dan sejenisnya. Pembelajaran yang diselenggarakan secara ala kadarnya tersebut pada gilirannya telah memojokkan mata pelajaran sejarah menjadi sebuah kajian yang tidak menarik dan sangat membosankan (Arif, 2011: 128).
Fenomena yang terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Rumbia Kelas XI. IPS2 menunjukkan rendahnya hasil belajar siswa, sesuai dengan dokumentasinilai siswa kelas XI. IPS2 selama dua tahun berturut-turut padatahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013 semester I pada materi “Perkembangan Negara Tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia” masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan disekolah yaitu 75.
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah kurangnya inovasi guru dalam proses pembelajaran. Cara mengajar guru selama ini masih menggunakan metode konvensional, seperti metode ceramah, tanya jawab, penugasan.
Pembelajaran sejarah di Kelas XI. IPS2 pada SMA Negeri 1 Rumbia dirasakan siswa sebagai pelajaran yang sangat membosankan sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa juga menganggap pelajaran sejarah hanyalah pelajaran yang menceritakan kejadian-kejadian masa lalu yang tidak akan terjadi lagi, serta merupakan hafalan tahun dan nama-nama tokoh yang harus diingat siswa.(berdasarkan hasil wawancara,3 juni 2013).
Berangkat dari kondisi tersebut, penelitian ini diperlukan selain untuk memperbaiki pola pembelajaran, juga diharapkan siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran sejarah. Dengan demikian guru diharapkan memiliki kemampuan dalam memilih, menentukan, dan mengunakan model pembelajaran yang mampu menciptakan situasi yang kondusif, sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sejarah. Dalam hal ini guru memiliki perananpenting dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam  belajar.Untuk itu, maka seorang guru harus memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi dan pendekatan dalam berbagai kegiatan pembelajaran sejarah. Dengan bebagai strategi dan pendekatan tersebut, diharapkan peranan guru lebih terasa dalam mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian tersebut,maka perlu di lakukan kajian tentang penerapan model pembelajaran Snowball Throwing pada Siswa SMA Negeri 1 Rumbia Kelas XI. IPS2, karena selama ini belum ada kajian secara khusus tentang kontek ini dalam pembelajaran sejarah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.      Apakah efektivitas mengajar guru di Kelas XI IPS2 Pada SMA Negeri 1 Rumbia dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran Snowball Throwing?
2.      Apakah aktivitas belajar siswa di Kelas XI IPS2 Pada SMA Negeri 1 Rumbia dapat ditingkatkan melalui penerapan model  pembelajaran Snowball Throwing?
3.      Apakah penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas XI IPS2 Pada SMA Negeri 1 Rumbia?
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
a.       Untuk mengetahui tingkat efektivitas mengajar guru dengan menerapkan model  pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah .
b.      Untuk mengetahui tingkat aktivitas belajar siswaKelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia setelah menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing diterapkan.
c.       Untuk mengetahui hasil belajar siswa di Kelas XI IPS2 Pada SMA Negeri 1 Rumbia pada mata pelajaran sejarah setelah menerapkan model pembelajaran  Snowball Throwing diterapkan.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam pembelajaran mata  pelajaran Sejarah, melalui model pembelajaran  Snowball Throwing.
2.      Manfaat Praktis
a)      Bagi siswa
1)      Membelajarkan siswa untuk dapat belajar dari pengalaman mereka dengan menggunkaan model pembelajaran Snowball Throwing.
2)      Penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing diharapkan dapat membelajarkan siswa untuk bertanggung jawab terhadap dirinya maupun lingkungan sosialnya.
b)      Bagi  Guru
1)      Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi para guru dalam mengajar khususnya mata   pelajaran  Sejarah.
2)      Sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru dalam upaya proses pembelajaran Sejarah.
c)      Bagi Sekolah
Sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran Sejarah dalam kegiatan proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Rumbia.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Teori Belajar
Teori belajar pada dasarnya merupakan teori yang menjelaskan bagaimana siswa-siswa belajar, meliputi kesiapan belajar, proses mental, dan apa yang dilakukan siswa pada usia tertentu. Menurut paham konstruktivistik, pengetahuan merupakan hasil bentukan sendiri, oleh karenanya tidak ada transfer pengetahuan dari seseorang ke orang lain sebab setiap orang membangun pengetahuannya sendiri. Bahkan jika guru ingin memberikan pengetahuan kepada siswa, maka pemberian itu diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalamannya. Untuk terjadinya konstruksi pengetahuan ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki siswa antara lain: kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada yang lainnya.
Suparno (1997: 49) mengatakan bahwa inti dari konstruktivistik di atas berkaitan dengan beberapa teori belajar, yaitu teori perubahan konsep, teori belajar bermakna Ausubel, dan teori skema. Namun dalam pembelajaran konstruktivistik juga berkaitan dengan teori belajar Bruner. Penjelasan dari masing-masing teori tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Teori Belajar Perubahan Konsep
Teori belajar perubahan konsep meupakan suatu teori belajar yang menjelaskan adanya proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa yang sedang belajar. Pada mulanya siswa memahami sesuatu melalui konsep secara spontan. Pengertian spontan merupakan pengertian yang tidak sempurna, bahkan belum sesuai dengan konsep ilmiah, dan harus mengalami perubahan menuju pengertian yang logis dan sistematis. Yaitu pengertian ilmiah proses penyempurnaan pemahaman ini berlangsung melalui dua bentuk yaitu tanpa melalui perubahan yang besar dari pengertian yang spontan tadi (asimilasi) atau sangat perlu adanya perubahan yang radikal dari pengertian yang spontan menuju pengertian yang alamiah (akomodasi).
Agar terjadi perubahan radikal (akomodasi) dibutuhkan beberapa keadaaan dan syarat antara lain sebagai berikut:
a.          Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Siswa mengubah konsepnya jika mereka yakin bahwa konsep mereka yang lama tidak dapat digunakan lagi untuk menelaah situasi, pengalaman dan gejala yang baru.
b.         Konsep yang baru dapat dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru.
c.          Konsep yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan mejawab persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
d.         Konsep baru harus berdaya gunabagi perkembangan penelitian dan penemuan yang baru (Suparno, 1997: 50).



2.      Teori Belajar Bermakna
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah dipunyai si pelajar (Suparno, 1997: 54).
Kedekatan teori belajar Ausubel dengan konstruktivistik adalah keduanya menekankan pentingnya pengeorganisasian pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya keaktifan siswa dalam belajar.
3.      Teori Skema
Jonassen menjelaskan bahwa skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti suatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan. Menurut teori skema, pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket informasi atau skema yang terdiri atas suatu set atribut yang menjelaskan objek tersebut, maka dari itu membantu kita untuk mengenal objek atau kejadian itu. Hubungan skema yang satu dengan yang lain memberikan makna dan arti kepada gagasan kita (Suparno, 1997: 55).
Belajar menurut teori skema adalah mengubah skema. Lebih lanjut Jonassen menyatakan bahwa orang dapat membentuk skema baru dari suatu pengalaman baru. Orang dapat menambah atribut baru dalam skemanya yang lama. Orang dapat melengkapi dan memperluas skema yang telah dimilikinya dalam berhadapan dengan pengalaman, persoalan, juga pemikiran yang baru. Biasanya seseorang bila menghadapi pengalaman baru tidak yang cocok dengan skema yang dimilikinya, ia akan mengubah skema lamanya. Dalamproses belajar siswa mengadakan perubahan skemanya, baik dengan menambah atribut, memperluas, memperhalus, ataupun mengubah sama sekali skema lama (Suparno, 1997: 55).
4.      Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner (http:www.jaring.com.my/web/coments.php?id=363) pembelajaran adalah proses yang aktif dimana pelajar membina ide baru berdasarkan pengetahuan yang lampau. Selanjutnya Bruner (Nur, 2000: 10) meyatakan bahwa mengajarkan suatu bahan kajian kepada siswa adalah untuk membuat siswa berfikir untuk diri mereka sendiri, dan turut mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk. Bruner melanjutkan, bahwa dalam membangun pengetahuan didasarkan kepada dua asumsi yaitu (a) asumsi pertama adalah perolehan merupakan suatu proses interaktif yaitu orang yang belajar akan berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi dilingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. (b) sumsi kedua adalah orang yang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang tersimpan yang diperoleh sebelumnya (Dahar, 1997: 98).
            Menurut Nasution (1987: 9), dalam proses belajar terdapat tiga episode yang harus dilalui, yakni (a) informasi, (b) transformasi, dan (c) evaluasi. Ketiga episode itu dapat dijelaskan sebagai berikut:Informasi. Dalam setiap pembelajaran siswa akan memperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah dimiliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, dan ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya.Informasi. Informasi harus di analisis, diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.Evaluasi.Informasi yang telah diperoleh tersebut dinilai untuk dapat di mafaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya free discovery learning, Buner mengatakan bahwa proses akan berjalan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya (Budianingsih, 2005: 43).        



B. Konsep Pembelajaran Sejarah                          
Menurut Aman (2001: 68), pembelajaran sejarah bukanlah rentetan peristiwa yang kering dan partikularistik, yang berhenti pada dirinya, seakan-akan pertikel-pertikel masing-masing berada dalam kevakuman. Sejarah tidak bisa ditampilkan sebagai rentetan “satu peristiwa yang diikuti peristiwa lain”. Sehingga hal yang demikian ini baru dapat disebut kronologi. Jika argumen ini hendak ditingkatkan, maka sebagai pelajaran, pembelajaran sejarah yang merupakan wacana intelektual itu harus menampilkan diri sebagai art, seni yang memberi kenikmatan intelektual. Seni sebagai made of dircourse terpantul dalam sistematika penyajian kisah dan gaya bahasa serta rasionalitas dalam pengajuan keterangan peristiwa.
Sedangkan menurut Latief (2012: 21)  secara umum pengajaran sejarah bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, dan menyadarkan peserta didik untuk mengenal diri dan lingkungannya, serta, memberikan perspektif historikalitas. Sedangkan secara spesifik, tujuan pengajaran sejarah ada tiga yaitu, mengajarkan konsep, mengajarkan keterampilan intelektual, dan memberikan informasi kepada peserta didik.
Djoko Suryo (Aman,2011: 62)merumuskan beberapa indikator terkait dengan pembelajaran sejarah tersebut sebagau sarana pendidikan bangsa terutama dalam aplikasi seajrah normatif yakni: (1) pembelajaran sejarah memiliki tujuan, substansi, dan sasaran pada segi-segi yang bersifat normatif; (2) nilai dan makna sejarah diarahkan pada kepentingan tujuan pendidikan daripada akademik atau ilmiah murni; (3) aplikasi pembelajaran sejarah bersifat pragmatik, sehingga dimensi dan substansi dipilih dan disesuaikan dengan tujuan, makna, dan nilai pendidikan yang hendak dicapai yakni sesuai dengan tujuan pendidikan; (4) pembelajaran sejarah secara normatif harus relevan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional; (5) pembelajaran sejarah harus memuat unsur pokok: instructiion, intelectual, training, dan pembelajaran moral bangsa dan civil society yang demokratis dan bertanggung jawab pada masa depan bangsa; (6) pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan pengetahuan fakta pengalaman kolektif dari masa lampau, tetapi harus memberikan latihan berpikir kritis dalam memetik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajarinya; (7) interpretasi sejarah merupakan latihan berpikir secara intelektual kepada para peserta didik (learning process dan reasoning) dalam pembelajaran sejarah; (8) pembelajaran sejarah berorientasi pada humaistic dan verstehen (understanding), meaning, historical conciouness bukan sekedar pengetahuan kognitif dari pengetahuan (knowledge) dari bahan sejarah; (9) nilai dan makna peristiwa kemanusiaan sebagai nilai-nilai universal di samping nilai partikular; (10) virtue, religiusitas, dan keluhuran kemanusiaan universal, dan nilai-nillai patriotisme, nasionalisme, dan kewarganegaraan, serta nilai-nilai demokratis yang berwawasan nasional, penting dalam penyajian pembelajaran sejarah; (11) pembelajaran tidak saja mendasari pembentukan kecerdasan atau intelektualitas, tetapi pembentukan manusia yang tinggi; dan (12) relevansi pembelajaran sejarah dengan orientasi pembangunan nasional berwawasan kemanusiaan dan kebudayaan.


1.      Karakteristik Mata Pelajaran Sejarah di SMA
Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. Pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik. Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategir dalam pembentukanwatak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara substantif, materi sejarah:
a.       Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepoloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik;
b.      Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, trmasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan;
c.       Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa;
d.      Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari;
e.       Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
BerdasarkanPeraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mata pelajaran sejarah untuk Sekolah Menengah Atas meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Prinsip dasar ilmu sejarah
2.      Peradaban awal masyarakat dunia dan Indonesia
3.      Perkembangan negara-negara tradisional di Indonesia
4.      Indonesia pada masa penjajahan
5.      Pergerakan kebangsaan
6.      Proklamasi dan perkembangan negara kebangsaan Indonesia (Aman, 2011: 56).
2.      Tujuan Mata Pelajaran Sejarah SMA
            Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa Mata Pelajaran Sejarah di SMA secara rinci memiliki 5 tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.      Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
2.      Melatih daya kritis peseta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
3.      Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.
4.      Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
5.      Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional (Aman, 2011: 58).
Dari uraian di atas, maka pada prinsipnya kelima tujuan tersebut memiliki tujuan penting untuk membentuk dan mengembangkan 3 kecakapan peserta didik, yaitu kemampuan akademik, kesadaran sejarah, dan nasionalisme. 
C. Hasil Belajar Sejarah    
Menurut Sudjana (2005: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sejalan dengan itu menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 251), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum balajar, tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentukkecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar siswa dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah  menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serat kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan (Rudiyanto, 2012: 27).
Dalam pembelajaran sejarah, perlu dilakukanpenilaian pembelajaran sejarah atas tiga ranah atau domain yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir manusia yang terdiri dari 6 jenjang yakni: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesisi, dan evaluasi. Ranah afektif berhubungan dengan keterampilan pengembangan sikap dan kepribadian yang terdiri atas 5 jenjang yakni: penerimaan, penanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan penjatidirian. Rana psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik yang dikendalikan oleh kematangan psikologis dan karena itu sifatnya itu bukan sesuatu yang biologis. Jenjang ranah psikomotorik ini adalah persepsi, kesiapan, penanggapan terpimpin, mekanistik, penanggapan yang bersifat kompleks, adaptasi, dan originalitas (Aman, 2011: 75). Dengan demikian, keberhasilan proses pembelajaran, dapat ditunjukkan dengan hasil pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud adalah terjadinya perubahan dan perbedaan dalam cara berpikir, merasakan, dan kemampuan untuk bertindak serta mendapat pengalaman dalam proses belajar mengajar.
Pada mata pelajaran sejarah, hasil belajar sejarah mencakup kecakapan akademik, kesadaran sejarah, dan nasionlisme. Kecakapan akademik menyangkut ranah kognitif yang menyangkut ranah kognitif yang mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang berlaku. Penilaian kesadaran sejarah meliputi kemampuan: 1) menghayati makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang; 2) mengenal diri sendiri dan bangsanya; 3) membudayakan sejarah bagi pembinaan budaya bangsa; dan 4) menjaga peninggalan sejarah bangsa. Sedangkan aspek nasionalisme menyangkut: 1) perasaan bangga siswa sebagai bangsa indonesia; 2) rasa cinta tanah air dan bangsa; 3) rela berkorban demi bangsa; 4) menerima kemajemukan; 5) bangga pada budaya yang beraneka ragam; 6) menghargai jasa para pahlawan; dan 7) mengutamakan kepentingan umum (Aman, 2011: 77).
            Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar sejarah adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa setelah mengalami proses pembelajaran pada mata pelajaran sejarah yang mencakup kecakapan akademik, kesadaran sejarah, dan nasionlisme.
D. Model Pembelajaran Snowball Throwing        
1.    Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing
Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan Throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab.Menurut Bayor, Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa. Peran guru di sini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya pembelajaran.Sedangkan menurut Saminanto, model pembelajaran Snowball Throwing disebut juga model pembelajaran gelundungan bola salju.Model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebutkepada temannya dalam satu kelompok(http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com).
Depdiknas (2001: 5)mengemukakan bahwa snowball throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang merupakan rekomendasi UNESCO, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to livetogether), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Snowball Throwing adalah suatu model pembelajaran yang diawali dengan pembentukankelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Model pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu tipe model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggali potensi kepemimpinan murid dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di padukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju(http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com).
2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Snowball Throwing
Menurut Saminanto (2011: 37) langkah-langkah model pembelajaran Snowball Throwing adalah (a) guru menyampaikan materi yang akan disajikan, (b) guru membentuk kelompok-kelompokdanmemanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikanpenjelasan tentang materi, (c) masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, (d) kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok, (e) kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit, (f) setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian, (g) evaluasi, (h) penutup.                                               
Untuk melaksanakan model pembelajaran dengan menggunakan Snowball Throwing, pendidik perlu melakukan beberapa persiapan. Persiapan/langkah  yang harus dilakukan adalah (a) guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan minimal 25 pertanyaan singkat, lebih banyak lebih baik, (b)   guru menyiapkan bola kecil (bisa bola karet atau bola kain), yang akan di gunakan sebagai alat lempar, (c) guru menerangkan cara bermain Snowball Throwing kepada siswa
Aturan  atau cara bermain Snowball Throwing adalah (1) guru melemparkan bola secara acak kepada salah satu siswa, (2) siswa yang mendapatkan bola melemparkannya ke siswa yang lain, boleh secara acak atau secara sengaja, (3) siswa yang mendapatkan bola dari temannya melemparkannya kembali ke siswa lainnya, (4) siswa ketiga /siswa terakhir, berkewajiban untuk mengerjakan  soal yang telah disiapkan oleh guru, (5) mengulangi terus metode di atas, sampai soal yang disediakan habis atau waktu habis: (a) guru memulai dengan melemparkan bola kepada siswa secara acak, (b) siswa melemparkannyakembali ke arah siswa yang lain, sesuai dengan peraturan yang telah dijelaskan sebelumnya, (c) siswa terakhir yang menerima bola harus menjawab pertanyaan nomor satu, (d) guru membenarkan jika jawaban salah, menegaskan apabila kurang pas dan menerangkan/membahas soal yang baru saja dijawab(http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
3. Kelebihan/Keunggulan dan Kelemahan Model Snowball Throwing
a. Kelebihan/Keunggulan Model Snowball Throwing
Model Snowball Throwing mempunyai beberapa kelebihan yang semuanya melibatkan dan keikutsertaan siswa dalam pembelajaran. Kelebihan dari model Snowball Throwing adalah (1)   suasana pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa seperti bermain dengan melempar bola kertas kepada siswa lain, (2) siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir karena diberikesempatan utk membuat soal dan diberikan pada siswa lain, (3) membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak tahu soal yang dibuat temannya seperti apa, (4) siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, (5)  pendidik tidak terlalu repot membuat media karena siswa terjun langsung dalam praktek, (6) pembelajaran menjadi lebih efektif, (7) ketiga aspek yaitu aspek koknitif, afektif dan psikomotor dapat tercapai (http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
b. Kelemahan/Kekurangan Model Snowball Throwing
Disamping terdapat kelebihan tentu saja model Snowball Throwing juga mempunyai kekurangan. Kelemahan dari model ini adalah (1) Sangat  bergantung  pada kemampuan siswa  dalam memahami materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat dari soal yang dibuat siswa biasanya hanya seputar materi yang sudah dijelaskan atau seperti contoh soal yang telah diberikan, (2) Ketua kelompok yang  tidak  mampu  menjelaskan  dengan  baik  tentu  menjadi  penghambat bagi anggota lain untuk  memahami  materi sehingga diperlukan waktu yang  tidak  sedikit  untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran, (3) Tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat berkelompok kurang  termotivasi untuk bekerja sama. tapi tdk menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok, (4) Memerlukan waktu yang panjang, (5)Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar, (6) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid (http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
Tetapi kelemahan dalam penggunaan model ini dapat tertutupi dengan cara: (1) guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya, (2) mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan kelompok dan pembuatan pertanyaan, (3) guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan bisa diatasi, (4) memisahkan group anak yang dianggap sering dianggap sering membuat gaduh dalam kelompok yang berbeda, (5) tapi tidak  menutup  kemungkinan  bagi  guru  untuk  menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok (http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
E. Penelitian Relevan      
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Puspaniongrum (2010) tentang Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing Sebagai Alat Evaluasi Pembelajaran Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Materi Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara (PTK Siswa Kelas X.1 SMA Negeri 4 Cimahi). Ferayanti mengungkapkan bahwa pemahaman siswa terhadap materi PKn kususnya dalam materi menghargai persamaan kedudukan warga negara lebih meningkat. Setelah digunakan model pembelajaran Snowball Throwing hal ini karena selain digunakan sebagai model pembelajaran, Snowball Throwing tersebut pun digunakan sebagai alat evaluasi sehingga siswa dituntut untuk lebih memperhatikan materi yang sedang dipelajari.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari (2012) tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas VII.B6 SMP Negeri 4 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian tersebut mengungkapkan: (1) terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 10,56% yaitu rata-rata siswa pada siklus I sebesar 69,84 menjadi 80,40 pada siklus II. Ketuntasan klasikal meningkat sebesar 50% dan meningkat pada siklus II menjadi 100%. Jumlah siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus I sebanyak 14 orang, dan siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus II sebanyak 28 orang. (2) respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing pada mata pelajaran TIK khussnya dalam materi perangkat lunak program aplikasi adalah positif dengan rata-rata sebesar 75,29 dengan kualifikasi setuju.
Berdasarkan hasil penelitian tersebu menunjukkan pentingnya menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing di dalam kelas guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa serta efektifitas mengajar guru.
F. Kerangka Pikir
Untuk meningkatkan hasil belajar Sejarah, dalam pembelajarannya harus menarik sehingga siswat termotivasi untuk belajar hingga akhirnya dapat memperbaiki hasil belajar siswa. Oleh karena itu, diperlukan model Snowball Throwing sebagai salah satu model yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar Sejarah siswa, dimana siswa lebih banyak berperan sebagai subjek belajar. Guru merancang proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara integratif dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar. Agar hasil belajar Sejarah meningkat, maka diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses pembelajaran. Adapun model yang dapat digunakan untuk membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar Sejarah siswa adalah model Snowball Throwing. Untuk lebih                      jelasnya, maka dapat dilihat pada skema seperti dibawah ini:


Rendahnya Hasil Belajar Sejarah

Penerapan Model Pembelajaran
Snowball Throwing
Efektivitas Mengajar Guru
Hasil Belajar Sejarah Meningkat
Faktor Guru:
1.    Monoton
2.    Kurang Kreatif
Faktor Siswa:
1.    Kurang Aktif
2.    Cepat Bosan

Aktivitas Belajar
Siswa
 











G.  Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah :
1.      Penerapan model Snowball Throwing dalam  pembelajaran sejarah dapat meningkatkan efektivitas mengajar guru di Kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia.
2.      Penerapan model Snowball Throwing dalam  pembelajaran sejarah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa di Kelas XI. IPS2  SMA Negeri 1 Rumbia.
3.      Penerapan model Snowball Throwing dalam  pembelajaran sejarah dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas XI. IPS2  SMA Negeri 1 Rumbia.



BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus sampai 25 September pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Rumbia pada Siswa Kelas XI. IPS2. Pemilihan Kelas XI. IPS2  SMA Negeri 1 Rumbia karena kelas ini memiliki nilai hasil belajar yang rendah.
B.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing untuk meningkatkan efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa serta hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah
C.  Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas XI. IPS2 yang berjumlah 23 orang yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 13 orang perempuan.
D.  Aspek yang Diteliti
Terdapat dua aspek yang diteliti dalam penelitian ini yaitu:
1.      Aspek Guru
Hal yang diteliti dari guru adalah efektivitas guru dalam menyajikan materi pelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing.


2.      Aspek Siswa
Ada dua aspek yang diteliti yang berkaitan dengan siswa yaitu: (a) aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran sejarah dengan model pembelajaran Snowball Throwing, dan (b) hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran sejarah melalui penerapan model pembelajaran Snowball Throwing.
E.  Prosedur Penelitian
Tindakan
Perencanaan
Permasalahan
Prosedur yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini mengikuti prinsip dasar penelitian tindakan kelas yang berbentuk siklus. Setiap siklus terdiri atas 3 kali tatap muka. Adapun tahapan dalam penelitian tindakan ini terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanan, pengamatan, dan refleksi (Arikunto, 2011: 16). Adapun siklus penelitian tindakan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Terselesaikan
Siklus 1                                             
Observasi
Analisa
Refleksi
                                                                                                                  
Lanjut Siklus II
Perencanaan II
Tindakan II
Permasalahan
 


Terselesaikan
Siklus II
Observasi II
Analisa II
Refleksi II
Laporan Terselesaikan
 


                                    
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian (Arikunto, 2011:16)
1.    Perencanaan
Tahap ini merupakan tahapan dengan kegiatan menyusun rencana tindakan penelitian. Rencana penelitian ini akan dilakukan bersama guru mitra. Dalam penyusunan rencana tidakan ini akan dibahas mengenai hal-hal yang akan dilakukan ketika tindakan berlangsung, seperti membuat perangkat pembelajaran, menyiapkan materi pembelajaran sejarah, instrumen penelitian, dan alat evaluasi.
2.    Pelaksanan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yaitu praktek pembelajaran yang nyata berdasarkan rencana yang disusun bersama sebelumnya. Tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan, meningkakan kualitas atau mencari solusi permasalahan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai rencana dan persiapan yang telah dibuat untuk setiap siklusnya.
3.    Pengamatan
Pada tahap ini akan dilaksanakan observasi/pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing  yang menggunakan format observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Pengamatan ini sangat penting untuk melihat adakah perubahan yang terjadi dalam pembelajaran Sejarah dengan menggunakan model Snowball Throwing.


4.    Refleksi
Tahap refleksi dilakukan atas hasil observasi/pengamatan yang dilakukan terhadap jalannya pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing. Dalam tahap refleksi ini, hasil observasi dan hasil evaluasi diri siswa dan wawancara dikumpulkan serta dianalisis.
F.     Teknik Pengumpulan Data
1.      Lembar Observasi
Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati efektivitas mengajar guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung berdasarkan model pembelajaran Snowball Throwing.
2.      Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar ini akan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah proses pembelajaran.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif yaitu menentukan persentase keberhasilan efektivitas mengajar guru, peningkatan persentase aktivitas belajar siswa dan menentukan nilai rata-rata siswa serta menggunakan persentase hasil belajar siswa.
Adapun rumus analisis statistik kuantitatif adalah sebagai berikut:
1.      Rumus Persentase aktivitas mengajar guru


(Memes, 2011: 34)


2. Rumus Persentase Aktivitas Belajar Siswa
(Memes, 2011: 36)
3. Menentukan Nilai Rata-Rata
Keterangan:
n   = Jumlah Sampel
(Sudjana, 2005: 67)
4. Menentukan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
 
Keterangan :
           
n = Jumlah Sampel
(Sugiyono, 2006: 43)
H. Indikator Kinerja
Sebagai indikator keberhasilan dalam penelitian ini dilihat dari dua segi, yaitu dari segi proses dan segi hasil belajar siswa.
1.      Dari segi proses efektivitas mengajar guru, tindakan dikatakan berhasil apabila minimal 90% efektivitas mengajar guru sesuai dengan skenario pembelajaran.
2.      Dari segi proses aktivitas belajar siswa, tindakan dikatakan berhasil apabila minimal 90% aktivitas belajar siswasesuai dengan scenario pembelajaran.
3.      Dari segi hasil belajar siswa, penelitian ini dikatakan berhasil apabila minimal 80% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Seorang siswa dikatakan tuntas apabil telah memperoleh skor 75 (berdasarkan ketetapan sekolah di SMA Negeri 1 Rumbia)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1.      Kegiatan Pendahuluan
Penelitian ini diawali dengan kegiatan wawancara awal dengan guru mata pelajaran sejarah kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia pada tanggal 3 juni 2013. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa hasil belajar sejarah siswa kelas XI. IPS2 selama dua tahun berturut-turut pada tahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013 semester I pada materi “Perkembangan Negara Tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia”  masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan disekolah yaitu 75.Pada wawancara awal ini juga guru mata pelajaran sejarah mengungkapkan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil belajar sejarah siswa kelas XI. IPS2 adalah siswa kurang antusias atau kurang aktif dalam mengikuti pelajaran sejarah, hal ini sejalan dengan pengamatan langsung di lapangan bahwa dengan metode mengajar guru yang monoton dan tanpa menggunakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menarik bagi siswa menyebabkan siswa kurang tertarik dan merasa bosan mengikuti pelajaran sejarah.




2.Tindakan Siklus I
a.   Perencanaan
Setelah ditetapkan untuk menerapkan model pembelajaran tipe kooperatif snowball throwing dalam pembelajaran sejarah perlu disiapkan beberapa hal untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran, maka kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Membuat skenario pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) Membuat/menyiapkan lembar observasi terhadap efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung,(3) menyiapkan kertas yang akan dibuat sebagai bola salju, (4) Mendesain/membuat alat evaluasi untuk mengetahui tingkat penguasaan materi setelah siswa mengikuti kegiatan proses pembelajaran.
b.   Pelaksanaan Tindakan
Proses pembelajaran siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013, dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 2013 dengan materi pengaruh hindu-Buddha dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Hindu-Budha) di Indonesia. Dalam pelaksanaannya guru memulai proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Snowball Throwing  adalah sebagai berikut:
1.      Guru mengelola kelas termasuk mengapsen, berdoa dan menanyakan kesiapan siswa untuk menerima pelajaran.
2.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.      Guru mengecek pengetahuan siswa mengenai kebudayaan Hindu-Buddha di    Indonesia.
4.      Memberikan informasi mengenai model pembelajaran Snowball Throwing yang akan di gunakan dan aturan main model pembelajaran tersebut.
5.   Guru menguraikan secara umum Materi pengaruh hindu-Buddha dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Hindu-Budha) di Indonesia
6.   Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok secara heterogen setelah itu memanggil ketua-ketua kelompok untuk memberikan penjelasan  tentang materi.
7.   Guru meminta para ketua kelompok untuk kembali ke kelompoknya kemudian menjelaskan materi yang telah disampaikan.
8.   Guru memberikan masing-masing satu lembar kertas kerja ke setiap siswa untuk menuliskan satu pertanyaan yang menyangkut tentang materi.
9.   Guru mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan oleh siswa kemudian membuat kertas pertanyaan tersebut menjadi seperti sebuah bola yang selanjutnya akan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain.
10.  Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab benar kemudian guru mengulangi langkah 5-6 sampai 10 menit menjelang akhir waktu pembelajaran.
11.  Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang sudah di diskusikan.
12.  Memberikan evaluasi, pemberian evaluasi ini dilakukan setelah sub pokok bahasan selesai (2 kali tatap muka) tujuannya yaitu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
c.    Observasi  dan Evaluasi
Observasi dimaksudkan untuk mengamati efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi siklus I dilakukan pada pertemuan ke-3 (tiga) dimana bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
1.      Observasi efektivitas mengajar guru.
Observasi efektivitas mengajar guru dilakukan untuk melihat kemampuan mengajar guru dalam mengajarkan mata pelajaran sejarah melalui penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing. Observasi dilakukan pada semua tahap pembelajaran yaki: (a) kegiatan pendahuluan, (b) kegiatan inti, dan (c) kegiatan penutup.
Berdasarkan hasil observasi efektivitas mengajar guru pada siklus I, terlihat bahwa efektivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing belum maksimal, dimana dari 13 aspek efektivitas guru yang diobservasi  hanya 9 yang terlaksana dengan persentase mencapai 69,23% artinya masih ada hal-hal yang masuk dalam kategori yang diobservasi namun masih kurang nampak pada aktivitas guru selama proses mengajar berlangsung. Sehingga efektivitas mengajar guru pada siklus I belum mencapai indikator kinerjayaitu 90%.
Adapun kelemahan/penyebab belum tercapainya indikator kinerja yaitu: (a) Guru belum terlihat memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa masih kurang tertarik mengikuti pelajaran, (b) Guru terlihat belum dapat mengontrol kelas secara baik sehingg keadaan kelas masih gadu dan hal ini menyita banyak waktu, (c) Guru belum nampak memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab maupun yang menanggapi jawaban, (c) Guru tidak terlihat membimbing siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran berhubung karena jam pelajaran telah selesai.
2.      Observasi Aktivitas belajar Siswa
Selain efektivitas mengajar guru, diamati pula aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada  siklus I, terlihat bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung masih tergolong rendah, dimana dari 11 aspek aktivitas siswa yang diobservasi hanya 6 yang tercapai dengan persentase mencapai 54,54% artinya banyak hal yang masuk dalam kategori yang diobservasi namun masih kurang nampak pada siswa selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Sehingga pembelajaran pada siklus I ini belum mencapai indikator kinerja yaitu 90%.
Adapun kelemahan/penyebab belum tercapainya indikator kinerja yaitu: (a)dalam memulai pelajaran siswa masih terlihat gadu sehingga belum dapat menyimak penjelasan guru dengan baik, (b) siswa masih terlihat malu-malu menjawab/mengemukakan pendapat pada saat guru melakukan apersepsi, (c) siswa masih terlihat gadu dalam pembagian kelompok, (c) siswa masih terlihat kaku dan belum berani mengajukan pertanyaan, (d) siswa belum terlihat menyimpulkan pelajaran karena jam pelajaran telah selesai, sementara proses ini sangat penting untuk menguatkan kembali ingatan siswa tentang materi pelajaran yang telah selesai dipelajari.
3.      Evaluai Hasil Belajar
Setelah dilakukan proses pembelajaran selama 2 (dua) kali pertemuan, maka untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dan indikator keberhasilan siswa maka dilakukan evaluasi pada tanggal 4 September 2013. Dari hasil evaluasi diperoleh nilai hasil belajar siswa pada pembelajaran siklus I terlihat bahwa masih banyak siswa yang belum mencapai KKM, dimana KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 75.  Dari 23 siswa hanya 13orang siswa yang mencapai KKM dengan persentase 56,52% dan 10 orang siswa yang belum mencapai KKM dengan persentase 43,48%.Hasil belajar juga dapat diketahui bahwa pada siklus I terlihat nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 71,74 dengan nilai minimum 40 dan nilai maksimum 90. Adapun distribusi skor perolehan hasil belajar siswa disajikan pada tabel 1 berikut
Tabel 1: Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus I
No.
Hasil Belajar
Jumlah
Persentase (%)
1
0 – 54
2
8,70%
2
55 – 64
5
21,74%
3
65 – 74
3
13,04%
4
75 – 84
7
30,43%
5
85 – 100
6
26,09%
Jumlah
23
100%
Sumber Data: Diolah dari data penelitian 2013
Dari tabel 1 di atas digambarkan bahwa;2 orang siswa yang memperoleh nilai 0–54 dengan persentase 8,70%,  5 orang siswa yang memperoleh nilai 5564 dengan persentase 21,74%, 3 orang siswa yang memperoleh nilai interval 6574 dengan persentase 13,04%,7orang siswayang memperoleh nilai interval 75–84 dengan persentase 30,43%, dan 6 orang siswa yang memperoleh nilai interval 85-100 dengan persentase 26,09%. Dengan demikian pada pembelajaran siklus I siswa umumnya memperoleh nilai pada interval 75 – 84.
Selanjutnya untuk melihat distribusi dan persentase ketuntasan hasil belajar siswa disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2: Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus I
            Ketuntasan
Jumlah siswa
Persentase (%)
Tuntas
13
56,52%
Tidak tuntas
10
43,48%
Jumlah
23
100%
Sumber Data: Diolah dari  data penelitian 2013
Dari tabel 2 di atas, terlihat bahwa jika dianalisis secara persentase maka ketuntasan belajar siswa mencapai 56,52%. Dengan demikian, makaindikator kinerja siswa secara klasikal belum mencapai target yang ditentukan dimana indikator kinerja yang ditentukan yaitu 80%.
d.      Refleksi
           Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing pada siklus I belum maksimal, karena penggunaan model  pembelajaran Snowball Throwing ini merupakan baru pertama kali diterapkan dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Rumbia khususnya di kelas XI. IPS2. Hal ini menyebabkan siswa masih kurang disiplin dalam pembelajaran karena belum memahami makna dari model  pembelajaran Snowball Throwing, namun telah menunjukkan kemajuan/peningkatan persentase kelulusan siswa dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya yang tidak menggunakan model  pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran. Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pembelajaran siklus I yaitu: (a) Guru belum terlihat memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa masih kurang tertarik mengikuti pelajaran, (b) Guru terlihat belum dapat mengontrol kelas secara baik sehingga keadaan kelas masih gadu dan hal ini menyita banyak waktu, (c) Guru belum nampak memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab maupun yang menanggapi jawaban, (d) Guru tidak terlihat membimbing siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran berhubung karena jam pelajaran telah selesai. Hal ini menyebabkan aktivitas belajar siswapun belum mencapai indikator kinerja. Oleh karena itu peneliti dan guru mata pelajaran mendiskusikan dan menyepakati untuk melanjutkan pembelajaran pada siklus II.
3.      Tindakan Siklus II
a.      Perencanaan Tindakan
           Perencanaan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dipandang belum tuntas pada pembelajaran siklus I. Kegiatan perencanaan pada siklus II sejalan dengan perencanaan pembelajaran pada siklus I, yaitu:(1) Membuat skenario pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) membuat/menyiapkan lembar observasi terhadap efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung,(3) menyiapkan kertas yang akan dibuat sebagai bola salju, (4) menyiapkan gambar-gambar yang akan dipergunakan dalam pembelajaran,(5) mendesain/membuat alat evaluasi untuk mengetahui tingkat penguasaan materi setelah siswa mengikuti kegiatan proses pembelajaran. Adapun tidakan perbaikan pada siklus II adalah sebagai berikut:(a)guru harus memberikan motivasi kepada siswa,motivasi dimaksudkan agar siswa semangat dan tertarik belajar sejarah, (b) Guru harus dapat mengontrol kelas secara baik agar suasana kelas lebih tenang dan tidak menyita waktu pelajaran, (c) pada awal pembelajaran guru harus melakukan apersepsi,apersepsi dilakukan guna mengecek pengetahuan siswa mengenai materi pelajaran yang akan dibahas. Karena proses ini sangat penting untuk mengantar pemahaman siswa terhadap materi yang akan diajarkan, (d) Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat kesimpulan atas materi pelajaran yang telah didiskusikan.
b.   Pelaksanaan Tindakan
Proses pembelajaran siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 September 2013, dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 September 2013 dengan materi pengaruh dan munculnya Negara-Negara tradisional (Islam) di Indonesia. Dalam pelaksanaannya guru memulai proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Snowball Throwing adalah sebagai berikut:
1.   Guru mengelola kelas termasuk mengabsen, berdoa dan menanyakan kesiapan siswa untuk menerima pelajaran.
2.   Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.      Guru mengecek pengetahuan siswa mengenai kebudayaan islam di    Indonesia.
4.      Memberikan motivasi pada siswa mengenai manfaat mempelajari materi yang akan dipelajari.
5.      Memberikan informasi mengenai model pembelajaran Snowball Throwing yang akan di gunakan dan aturan main model pembelajaran tersebut.
6.   Guru menguraikan secara umum materi pengaruh dan munculnya negara-negara tradisional (islam) di Indonesia.
7.   Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok secara heterogen setelah itu memanggil ketua-ketua kelompok untuk memberikan penjelasan  tentang materi.
8.   Guru meminta para ketua kelompok untuk kembali ke kelompoknya kemudian menjelaskan materi yang telah disampaikan.
9.   Guru memberikan masing-masing satu lembar kertas  kerja ke siswa untuk menuliskan satu pertanyaan yang menyangkut tentang materi.
10.  Guru mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan oleh siswa kemudian membuat kertas pertanyaan tersebut menjadi seperti sebuah bola yang selanjutnya akan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain.
11.  Guru mengontrol siswa setelah siswa mendapatkan bola kertas, kemudian meminta siswa untuk menjawab pertanyaan yang berada di bola tersebut.
12.  Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab benar kemudian  guru mengulangi langkah 5-6 selama 10 menit menjelang akhir waktu pembelajaran.
13.  Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang sudah di diskusikan.
14.  Memberikan evaluasi, pemberian evaluasi ini dilakukan setelah sub pokok bahasan selesai (2 kali tatap muka) tujuannya yaitu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
c.  Observasi dan Evaluasi
Pelaksanaan observasi pembelajaran siklus II dan observasi pembelajaran pada siklus I, secara umum hasil observasi pelaksanaan pembelajaran siklus II telah banyak mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil observasi pada pembelajaran siklus I, sebagai mana yang tampak pada hasil observasi pada efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswaberikut:
1.      Observasi efektivitas guru
Berdasarkan pengamatan pada lembar observasi efektivitas mengajar guru, diperoleh informasi bahwa kinerja guru dalam menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing pada mata pelajaran sejarah mengalami peningkatan yang signifikan.Dari 13 aspek yang diamatisudah mencapai 92,31% yang dilakukan oleh guru, dan ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dimana hasil observasi efektivitas mengajar guru pada siklus I hanya mencapai 69,23% dan hasil ini telah memenuhi indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu 90%.
2.      Observasi aktivitas siswa
Analisis aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada siklus II terlihat  bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sudah memperlihatkan peningkatan yang signifikan, dimana dari 11 aspek yang diobservasi sudah mencapai 90,91% yang nampak pada kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, yang artinya bahwa aktivitas siswa sudah mengalami peningkatan yang signifikan dari siklus I dimana persentasenya hanya mencapai 54,54%sehingga persentase aktivitas siswa pada siklus I belum mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu 90%, sedangkan pada siklus II aktivitas siswa sudah mencapai persentase 90,91%, hal ini juga menunjukkan bahwa proses pembelajaran sejarah berjalan dengan baik pada siklus II dan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I sudah dapat diatasi pada siklus II.
3.      Evaluasi hasil belajar
Berdasarkan hasil evaluasipembelajaran siklus II pada tanggal  25 September 2013 diperoleh nilai hasil belajar siswa, dengan nilai rata-rata 80,86 dengan nilai minimum 65 dan nilai maksimum 90. Adapun distribusi skor perolehan hasil belajar siswa disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3: Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
No.
Hasil Belajar
Jumlah
Persentase (%)
1
0 – 54
0
0%
2
55 – 64
0
0%
3
65 – 74
3
13,04%
4
75 – 84
10
43,48%
5
85 – 100
10
43,48%
Jumlah
23
100%
Sumber Data: Diolah dari  data penelitian 2013
Dari tabel 3 digambarkan bahwa:sudah tidak ada siswa yang memperoleh nilai interval 0–54 dan interval 55-64,  3 orang siswa yang memperoleh nilai 6574 dengan persentase 13,04%,  10 orang siswayang memperoleh nilai interval 7584 dengan persentase 43,48%, dan 10orang siswayang memperoleh nilai interval 85–100 dengan persentase 43,48%. Dengan demikian diketahui bahwa pada pembelajaran siklus II siswa pada umumnya memperoleh nilai pada interval 75-100.
Selanjutnya untuk melihat distribusi dan persentase ketuntasan hasil belajar siswa disajikan pada tabel 4 berikut:
Tabel 4: Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus II
Ketuntasan
Jumlah siswa
Persentase (%)
Tuntas
20
86,96%
Tidak tuntas
3
13,04%
Jumlah
23
100%
Sumber Data: Diolah dari  data penelitian 2013
Dari tabel 4 di atas, terlihat bahwa jika dianalisis secara persentase maka ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 86,96%. Dengan demikian, maka indikator kinerja siswa secara klasikal yakni 80% telah mencapai target yang ditetapkan pada siklus II.
d.      Refleksi
Berdasarkan hasil observasi  efektivitas guru dan aktivitas siswa pada siklus II sudah menunjukan peningkatan yang signifikan jika dibandingkan pada siklus I, Kegiatan pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan hasil yang   diharapkan, baik terhadap efektivitas mengajar guru maupun aktivitas belajar siswa. Dalam observasi efektivitas mengajar guru telah mencapai 92,31% dan aktivitas siswa mencapai 90,91% dalam peroses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing sudah menunjukkan hasil yang mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu 90%.
Berdasarkan analisis hasil ketuntasan belajar diperoleh 86,96% siswa telah mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa  dari 23 siswa sudah 20 siswa diantaranya telah memahami materi pelajaran sejarah dengan menggunakan model snowball throwing. Hasil ini telah melampaui batas minimal indikator keberhasilan yang ditetapkan yakni 80%. Dengan demikian hipotesis tindakan telah tercapai, dimana dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah pada kompetensi dasar “Menganalisis perkembangan Negara tradisional (Hindu-Buddha dan islam) di Indonesia.” pada siswa kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Secara umum gambar perkembangan hasil belajar siswa untuk setiap siklus, disajikan  berikut ini :
Tabel 5: Analisis Ketuntasan Hasil Belajar siswa pada Setiap Siklus
Ketuntasan
Siklus I
Siklus II
F
(%)
F
(%)
Tuntas
13
56,52
20
86,96
Tidak Tuntas
10
43,48
3
13,04
Jumlah
23
100
23
100
Sumber data; Diolah dari hasil penelitian 2013

B.  Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini dengan penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah di kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia pada materi pokok “Perkembangan Negara Tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia” yang dipelajari pada semester ganjil.
Penelitian ini dilakukan selama dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Pada setiap siklus dilakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan atau kekurangan yang terjadi pada setiap siklus I kemudian akan diperbaiki pada siklus berikutnya. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan model pembelajaran Snowball Throwing. Penilaian hasil belajar siswa ditentukan dengan indikator  kinerja minimal 80% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMA Negeri 1 Rumbia yaitu 75, dan skor perolehan nilai diambil dari hasil tes/evaluasi. Sedangkan penilaian efektivitas guru dan aktivitas siswa ditentukan dengan indikator kinerja yaitu minimal 90% skenario pelajaran yang telah dibuat dilaksanakan dengan baik, dan nilai tersebut diambil dengan menggunakan lembar observasi.
Pada siklus I pertemuan pertama dilakukan pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 2013 dengan materi “Pengaruh hindu-Buddha dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Hindu-Buddha) di Indonesia. Siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 September 2013, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 September 2013 dengan materi “Pengaruh dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Islam) di Indonesia”.
Proses pembelajaran mengacu pada pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Snowball Throwing. Pembelajaran dimulai dengan mengadakan apersepsi yang bertujuan menggali pengetahuan dasar siswa mengenai materi yang akan dipelajari kemudian setelah beberapa siswa menyatakan pendapat, guru melanjutkannya dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar siswa dapat memahami arah dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setelah itu guru menjelaskan secara umum mengenai model pembelajaran Snowball Throwing yang akan diterapkan dalam pembelajaran, kemudian guru membagi siswa kedalam kelompok dimana pada setiap siklus  siswa dibagi kedalam 5 kelompok dan penentuan anggota kelompok dibagi secara heterogen. Setelah semua siswa bergabung dengan anggota kelompoknya masing-masik, guru kemudian memanggil masing-masing ketua kelompok untuk diberikan penjelasan mengenai materi yang akan dipelajari kemudian mengarahkan setiap ketua kelompok untuk kembali ketempat duduknya dan menyelaskan kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru kepada anggota kelompoknya.
Langkah selanjutnya guru memberikan masing-masing satu lembar kertas kerja ke siswa untuk menuliskan satu pertanyaan yang menyangkut tentang materi pelajaran kemudian guru mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan oleh siswa kemudian membuat kertas pertanyaan tersebut menjadi seperti sebuah bola yang selanjutnya akan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas harus menjawab pertanyaan yang ada dalam kertas tersebut. Setelah siswa menjawab soal dengan baik guru memberikan apresiasi kepada siswa agar siswa yang lainnya puntermotivasi dalam memahami materi pelajaran. Pada akhir pembelajaran guru membimbing siswa dalam menyimpulkan materi yang telah dipelajari, hal ini dimaksudkan agar apa yang telah dipelajari siswa dapat lebih dipahami dan diingat siswa.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, kegiatan pembelajaran pada siklus I belum dapat mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari efektivitas guru yang hanya mencapai 69,23% dari keseluruhan perencanaan yang telah ditentukan, artinya bahwa kegiatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran masih tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat bahwa masih banyak kelemahan-kelemahan pada proses pembelajaran siklus I. adapun kelemahan-kelemahannya yaitu:(1) Guru belum terlihat memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa masih kurang tertarik mengikuti pelajaran, (2) Guru terlihat belum dapat mengontrol kelas secara baik sehingg keadaan kelas masih gadu dan hal ini menyita banyak waktu, (3) Guru belum nampak memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab maupun yang menanggapi jawaban, (4) Guru tidak terlihat membimbing siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran berhubung karena jam pelajaran telah selesai.
Selain itu juga, aktivitas siswa pada proses pembelajaran siklus I masih rendah. Ini terlihat masih banyak kelemahan-kelemahan yang dialami siswa ketika dalam proses pembelajaran siklus I, kelemahan-kelemahan tersebut antaralain yaitu:(1)dalam memulai pelajaran siswa masih terlihat gadu sehingga belum dapat menyimak penjelasan guru dengan baik, (2) siswa masih terlihat malu-malu menjawab/mengemukakan pendapat pada saat guru melakukan apersepsi, (3) siswa masih terlihat gadu dalam pembagian kelompok, (4) siswa masih terlihat kaku dan belum berani mengajukan pertanyaan, (5) siswa belum terlihat menyimpulkan pelajaran karena jam pelajaran telah selesai, sementara proses ini sangat penting untuk menguatkan kembali ingatan siswa tentang materi pelajaran yang telah selesai dipelajari.
Rendahnya efektivitas guru dan aktivitas siswa ini berdampak pada hasil belajar siswa, dimana dari hasil evaluasi siswa pada pembelajaran siklus I, diperoleh rata-rata hasil belajar siswa adalah 71,74 dengan nilai minimum 40 dan nilai maksimum 90. Rendahnya hasil belajar ini dapat pula dilihat pada pencapaian ketuntasan belajar siswa yaitu hanya mencapai 56,52% dan yang tidak tuntas mencapai 43,48%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kinerja yang telah di tentukan belum tercapai, diman indikator kinerja untuk hasil belajar siswa yang telah ditentuka yaitu 80%. Ketidak tercapaiannya indikator kinerja pada siklus I memungkinkan dilakukan proses pembelajaran siklus II, dimana kelemahan-kelemahan pada siklus satu dapat diminimalkan.
Setelah melakukan refleksi dan analisis pada siklus I, dan kemudian dilanjutkan kesiklus II terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kegiatan pembelajaran baik dari aspek guru maupun siswa. Hal ini terlihat berdasarkan hasil observasi dari segi efektifitas guru sudah 92,31% terlaksana dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing. Demikian pula aktivitas siswa menglami peningkatan yakni 90,91%. Dari hasil evaluasi belajar siswa diperoleh rata-rata 80,86 dengan persentase ketuntasan mencapai 86,95%. Perolehan ini cukup tinggi dibandingkan hasi evaluasi belajar siswa pada siklus I yang hanya mencapai dengan persentase 56,52%. Perolehan ini cukup tinggi dan telah melampaui indikator kinerja yang telah ditentukan.
Adanya peningkatan yang signifikan pada siklus II, baik menyangkut efektivitas guru maupun aktivitas siswa, rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar, menunjukkan bahwa pembelajaran pada siklus II dapat dihentikan karena indikator kinerja yang telah ditentukan telah tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa penerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran mampu membangkitkan minat dan memperkuat ingatan siswa terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat ahli, maka hipotesis yang diajuakan dalam penelitian ini yaitu: (1) penerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan efektivitas guru, (2)penerapkan model pembelajaran Snowball Throwingdalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia, (3) penerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Penerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Rumbia dapat meningkatkan efektivitas mengajar guru dimana pada siklus I hanya mencapai 69,23% dan pada siklus IImengalami peningkatan yang signifikan yaitu mencapai 92,31%.
2.      Penerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Rumbia dapat meningkatkan aktivitas siswa, dimana pada siklus I hanya mencapai 54,54% sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yang signifikan yaitu mencapai 90,91%.
3.      Dari segi hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I secara klasikal(guru berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran) hanya mencapai 56,52% dengan nilai rata-rata 71,74. Sedangkan pada siklus II hasil belajar siswa meningkat menjadi 86,96% dengan nilai rata-rata 80,86.
B.     Saran
1.      Kepada Kepala Sekolah
a.       Kepala Sekolah diharapkan dapat memberikan perhatian dan penugasan kepada guru agar dalam mengajarnya senantiasa menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran yang senantiasa mengarah pada pembelajaran yang berprinsip Pembelajaran Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM).
b.      Kepala Sekolah diharapkan selalu memberikan anjuran pada guru agar senantiasa menggunakan berbagai pendekatan dan metode pengajaran yang bervariasi dalam mengajar sehingga tidak membosankan dan agar siswa cenderung untuk aktif.
c.       Kepala Sekolah hendaknya selalu mengingatkan guru untuk mengadakan pengayaan pelajaran pada anak yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dan memberikan kegiatan remedial pada anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.
d.      Menyediakan kebutuhan pembelajaran yang memadai dan dirancang bagi siswa dan guru atau memakai yang sesuai dengan materi/kurikulum perkembangan zaman khususnya pada mata pelajaran sejarah.
e.       Ikut mendorong siswa untuk belajar dan berprestasi dengan baik, khususnya dalam mata pelajaran sejarah.
2.      Kepada Guru
a.       agar memilih dan menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan topik  yang dibahas dalam proses pembelajaran.
b.      Memberikan dorongan/motivasi kepada siswa untuk memiliki cara belajar yang baik.
3.      Kepada siswa
a.       Perlu memperbanyak latihan soal berkaitan dengan materi sejarah sehingga akan dapat menguatkan kemampuan.
b.      Perlu bertanya/berdiskusi pada teman yang lebih mampu dalam bidang studi IPS Sejarah agar berhasil dalam belajarnya.
c.       Perlunya kreativitas untuk mempergunakan daya nalar  dan daya pikir untuk mempelajari sejarah, setiap  saat dimanapun kita berada, kita bias mempelajari sejarah.



















DAFTAR PUSTAKA

Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta. Ombak.
Arif, Muhamad. 2011. Pengantar Kajian Sejarah. Bandung. CV. Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Budianingsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Dahar, R.W. 1998. Teori-TeoriBelajar.Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Dimiyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Elis. 2012. Model Pembelajaran Snowball Throwing. http://mgmppkn kabkuburaya.blogspot.com. Akses 31 Juni 2013.

Latief,Juraid Abdul. 2012. Manusia, Filsafat, dan Sejarah. Jakarta: Bumi Aksara.
Lestari, Ketut Budi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas VII.B6 SMP Negeri 4 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012. www.pti-undiksha.com/karmapati/.../click.php?id
Memes. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: University Pres.
Nasution, S. 1987. Berbagai Pendekatan dalam Prose Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Nur, M. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Universitas Negeri Surabaya Press.
Puspaniongrum, Ferayanti. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing Sebagai Alat Evaluasi Pembelajaran untuk Meningkatkan PemahamanSiswa Dalam Materi Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara (Penelitian Tindakan Kelas Siswa Kelas X-1 Di SMA Negeri 4 Cimahi). Skripsi UPI. Bandung.
Rudiyanto. 2012. Penggunaan Model Cooperative Learning tipe STAD Dalam Pembelajaran IPA Tentang Peristiwa Sekitar Proklamasi. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Saminanto. 2011. Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Cet. VIII.Semarang. Rasail Media Group.
Sasmita. 2009. Pengertian Belajar dan Pembelajaran. http:www.jaring. com.my/web/coments.php?id=363. Akses, 15 Juli 2013.
Sudjana, N. 2005.PenilaianHasil Proses BelajarMengajar.Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika Bandung. Bandung: Tarsita.
Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta. Kanisius.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar