BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pendidikan adalah mempersiapkan siswa dalam
hal pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, agar kelak dapat berfungsi
sebagai orang dewasa. Dengan perubahan yang cepat di dunia ini, maka perlu
dilakukan penilaian kembali tentang apa yang dibutuhkan dan dipelajari oleh
siswa untuk mengimbangi tantangan global dimasa depan. Sekolah sebagai pranata
sosial harus kondusif dan peka terhadap kebutuhan siswa dimasa mendatang untuk
dapat mengembangkan
pengetahuan dan menumbuhkan keterampilan pribadi siswa. Sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1, ayat 1 tentang Sisdiknas yang
mengemukakan tentang Tujuan Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmenumbuhkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi setiap individu dalam mencapai
tujuan yang diharapkan. Mengingat pentingnya arti pendidikan bagi kehidupan
manusia, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga akan
diperoleh hasil yang diinginkan. Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 20 Tahun
2003 pasal 3 tentang fungsi Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan
nasional berfungsi menumbuhkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Proses pendidikan merupakan interaksi pribadi antara para
siswa dan interaksi antar guru, materi dan siswa. Dalam keseluruhannya upaya
pendidikan ialahproses belajar mengajar dan merupkan aktivitas yang paling
penting karena melalui proses inilah tujuan pendidikan akan dicapai dalam
bentuk perilaku atau pribadi siswa. Bila pernyataan tersebut ditelaah, jelaslah
bahwa melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang
mampu mensukseskan pembangunan nasional diberbagai bidang.
Sejarah Nasional dan Umum merupakan salah satu mata pelajaran
yang diberikan kepada siswa sejak tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga
Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan berlandaskan kepada sejarah sebagai sarana
pendidikan yang didalamnya mengandung nilai-nilai transformasi kesejarahan dan
memiliki andil bagi pertumbuhan dnan perkembangan bangsa. Oleh karena itu,
nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan sejarah harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya guna melakukan filterisasi terhadap pengaruh negatif sehingga
dapat membentuk kepribadian siswa dan pengembangan keterampilan siswa.
I Gde Widja
mengemukakan bahwa dalam perspektif baru, pendidikan sejarah harus progresif dan berwawasan tegas ke masa
depan. Di sini di samping unsur kesadaran identitas diri yang menjadi tujuan,
pendidikan sejarah progresif juga mengacau pada pengembangan segala potensi
manusia yang salah satu kemampuan utamanya adalah yang antisipatif terhadap
tantangan masa depan (Latief, 2012: 102).
Latief(2012: 102)mengatakan
bahwa pelajaran sejarah tidak akan mampu menjadikan peserta didik peka terhadap
masa kini dan terutama masa depan, jika pengajaran sejarah hanya menyajikan
fakta sejarah, sebab fakta sejarah akan menumpulkan analisis, nalar peserta
didik. Berkaitan dengan realistis objektif dalam pembelajaran sejarah, maka
dibutuhkan suatu solusi metode pembelajaran sejarah yang dinamakan pendekatan
kreatif.
Seperti diketahui,
materi yang kadaluwarsa
dapat membuat peserta didik merasa bosan dan jenuh. Maka dengan menggunakan
pendekatan kreatif, materi yang kadaluwarsa tersebut dapat diatasi, sebab
pendidik sejarah dituntut untuk senantiasa mengikuti dan tanggap terhadap
perkembangan terakhir. Pendidikan sejarah yang tidak berinteraksi dengan
situasi sosial saat ia diajarkan, tidak akan membawa manfaat yang besar.
Sehubungan dengan
pembelajaran sejarah, Garvey and Krug (Latief, 2012: 110) menegaskan bahwa pada
dasarnya pembelajaran sejarah merupakan suatu kegiatan untuk membantu pelajar,
tidak hanya terbatas dalam hal penguasaan materi pelajaran, melainkan juga dalam
hal pengembangan emosional dan intelektual para pelajar.Dalam hubungan ini
pelajaran sejarah juga dapat diartikan sebagai (a) suatu kegiatan untuk
menguasai pengetahuan tentang fakta sejarah, (b) suatu kegiatan untuk
memperoleh pemahaman atau apresiasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa
lampau, (c) suatu kegiatan untuk memperoleh kemampuan dalam mengevaluasi dan
mengkritisi sebuah tulisan sejarah, (d) suatu kegiatan untuk mengkaji teknik
penelitian sejarah, dan (e) suatu kegiatan untuk mengetahui bagaimana menulis
sejarah yang baik.
Sebagai salah satu
komponen dalam pendidikan ilmu pengetahuan sosial, selama ini pelajaran sejarah
masih diselenggarakan secara alakadarnya, yakni dengan menggunakan metode
konvensional, seperti metode ceramah, tanya jawab, penugasan, dan sejenisnya.
Pembelajaran yang diselenggarakan secara ala kadarnya tersebut pada gilirannya
telah memojokkan mata pelajaran sejarah menjadi sebuah kajian yang tidak
menarik dan sangat membosankan (Arif, 2011: 128).
Fenomena yang terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Rumbia Kelas XI. IPS2 menunjukkan rendahnya hasil belajar siswa, sesuai dengan dokumentasinilai siswa kelas XI. IPS2
selama dua tahun berturut-turut padatahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013 semester
I pada materi “Perkembangan Negara Tradisional
(Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia” masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan disekolah yaitu 75.
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar
siswa adalah kurangnya inovasi guru dalam proses pembelajaran. Cara mengajar
guru selama ini masih menggunakan metode konvensional, seperti metode ceramah,
tanya jawab, penugasan.
Pembelajaran sejarah di Kelas XI. IPS2 pada SMA Negeri 1 Rumbia dirasakan siswa sebagai pelajaran yang sangat
membosankan sehingga siswa kurang aktif
dalam pembelajaran. Siswa juga menganggap pelajaran sejarah hanyalah pelajaran yang
menceritakan kejadian-kejadian masa lalu yang tidak akan terjadi lagi, serta
merupakan hafalan tahun dan nama-nama tokoh yang harus diingat siswa.(berdasarkan
hasil wawancara,3 juni 2013).
Berangkat dari kondisi tersebut, penelitian
ini diperlukan selain untuk memperbaiki pola pembelajaran, juga diharapkan
siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran sejarah. Dengan demikian
guru diharapkan memiliki kemampuan dalam memilih, menentukan, dan mengunakan model
pembelajaran yang mampu menciptakan situasi yang kondusif, sehingga siswa dapat
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sejarah. Dalam hal ini guru
memiliki perananpenting dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar.Untuk itu, maka seorang guru harus
memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi dan pendekatan dalam berbagai
kegiatan pembelajaran sejarah. Dengan bebagai strategi dan pendekatan tersebut,
diharapkan peranan guru lebih terasa dalam mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian tersebut,maka perlu di lakukan kajian
tentang penerapan
model pembelajaran
Snowball
Throwing
pada
Siswa SMA Negeri 1 Rumbia
Kelas XI. IPS2, karena selama
ini
belum ada kajian secara
khusus tentang kontek ini dalam pembelajaran sejarah.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah
efektivitas
mengajar
guru di Kelas XI IPS2
Pada SMA Negeri 1 Rumbia
dapat
ditingkatkan melalui penerapan model
pembelajaran Snowball
Throwing?
2. Apakah
aktivitas belajar siswa di Kelas XI IPS2 Pada SMA Negeri
1 Rumbia
dapat
ditingkatkan melalui penerapan model
pembelajaran Snowball Throwing?
3. Apakah
penerapan model
pembelajaran Snowball
Throwing
dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas XI IPS2
Pada SMA Negeri 1 Rumbia?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
tujuan
dari penelitian
ini
adalah:
a. Untuk
mengetahui tingkat
efektivitas
mengajar
guru dengan
menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran sejarah
.
b. Untuk
mengetahui tingkat aktivitas
belajar siswaKelas XI. IPS2
SMA
Negeri 1 Rumbia
setelah menerapkan model pembelajaran Snowball
Throwing
diterapkan.
c. Untuk
mengetahui hasil belajar siswa
di Kelas XI IPS2
Pada SMA Negeri 1 Rumbia
pada
mata pelajaran sejarah setelah
menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing
diterapkan.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat
Teoritis
Secara
teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam
pembelajaran mata pelajaran Sejarah,
melalui model
pembelajaran Snowball
Throwing.
2.
Manfaat
Praktis
a) Bagi
siswa
1)
Membelajarkan siswa untuk dapat belajar
dari pengalaman mereka dengan menggunkaan model pembelajaran Snowball
Throwing.
2)
Penggunaan model pembelajaran Snowball
Throwing
diharapkan dapat membelajarkan
siswa untuk bertanggung jawab terhadap dirinya maupun lingkungan sosialnya.
b) Bagi
Guru
1) Sebagai
bahan informasi dan rujukan bagi para guru dalam mengajar khususnya mata pelajaran
Sejarah.
2) Sebagai
salah satu alternatif model
pembelajaran
yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru dalam upaya proses pembelajaran
Sejarah.
c) Bagi
Sekolah
Sebagai masukan untuk bahan pertimbangan
bagi peningkatan kualitas pembelajaran Sejarah dalam kegiatan proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Rumbia.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Teori
Belajar
Teori belajar pada
dasarnya merupakan teori yang menjelaskan bagaimana siswa-siswa belajar,
meliputi kesiapan belajar, proses mental, dan apa yang dilakukan siswa pada
usia tertentu. Menurut paham konstruktivistik, pengetahuan merupakan hasil
bentukan sendiri,
oleh karenanya tidak ada transfer pengetahuan dari seseorang ke orang lain
sebab setiap orang membangun pengetahuannya sendiri. Bahkan jika guru ingin
memberikan pengetahuan kepada siswa, maka pemberian itu diinterpretasikan dan
dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalamannya. Untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki siswa antara
lain: kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, kemampuan membandingkan,
mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan kemampuan untuk lebih
menyukai pengalaman yang satu dari pada yang lainnya.
Suparno (1997: 49) mengatakan
bahwa inti dari konstruktivistik di atas berkaitan dengan beberapa teori
belajar, yaitu teori perubahan konsep, teori belajar bermakna Ausubel, dan
teori skema. Namun dalam pembelajaran konstruktivistik juga berkaitan dengan teori
belajar Bruner. Penjelasan dari masing-masing teori tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Teori
Belajar Perubahan Konsep
Teori
belajar perubahan konsep meupakan suatu teori belajar yang menjelaskan adanya
proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa yang sedang belajar. Pada
mulanya siswa memahami sesuatu melalui konsep secara spontan. Pengertian
spontan merupakan pengertian yang tidak sempurna, bahkan belum sesuai dengan
konsep ilmiah, dan harus mengalami perubahan menuju pengertian yang logis dan
sistematis. Yaitu pengertian ilmiah proses penyempurnaan pemahaman ini
berlangsung melalui dua bentuk yaitu tanpa melalui perubahan yang besar dari
pengertian yang spontan tadi (asimilasi)
atau sangat perlu adanya perubahan yang radikal dari pengertian yang spontan
menuju pengertian yang alamiah (akomodasi).
Agar
terjadi perubahan radikal (akomodasi)
dibutuhkan beberapa keadaaan dan syarat antara lain sebagai berikut:
a.
Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep
yang telah ada. Siswa mengubah konsepnya jika mereka yakin bahwa konsep mereka
yang lama tidak dapat digunakan lagi untuk menelaah situasi, pengalaman dan
gejala yang baru.
b.
Konsep yang baru dapat dimengerti,
rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru.
c.
Konsep yang baru harus masuk akal, dapat
memecahkan dan mejawab persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan
teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
d.
Konsep baru harus berdaya gunabagi
perkembangan penelitian dan penemuan yang baru (Suparno, 1997: 50).
2.
Teori
Belajar Bermakna
Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar
bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan
konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan
struktur konsep yang telah dipunyai si pelajar (Suparno, 1997: 54).
Kedekatan
teori belajar Ausubel dengan konstruktivistik adalah keduanya menekankan
pentingnya pengeorganisasian pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke
dalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya menekankan pentingnya
asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki
siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya keaktifan siswa dalam belajar.
3.
Teori
Skema
Jonassen menjelaskan
bahwa skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti
suatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan. Menurut teori
skema, pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket informasi atau skema yang
terdiri atas suatu set atribut yang menjelaskan objek tersebut, maka dari itu
membantu kita untuk mengenal objek atau kejadian itu. Hubungan skema yang satu
dengan yang lain memberikan makna dan arti kepada gagasan kita (Suparno, 1997: 55).
Belajar menurut teori
skema adalah mengubah skema. Lebih lanjut Jonassen menyatakan bahwa orang dapat
membentuk skema baru dari suatu pengalaman baru. Orang dapat menambah atribut
baru dalam skemanya yang lama. Orang dapat melengkapi dan memperluas skema yang
telah dimilikinya dalam berhadapan dengan pengalaman, persoalan, juga pemikiran
yang baru. Biasanya seseorang bila menghadapi pengalaman baru tidak yang cocok
dengan skema yang dimilikinya, ia akan mengubah skema lamanya. Dalamproses
belajar siswa mengadakan perubahan skemanya, baik dengan menambah atribut,
memperluas, memperhalus, ataupun mengubah sama sekali skema lama (Suparno, 1997: 55).
4.
Teori
Belajar Bruner
Menurut Bruner (http:www.jaring.com.my/web/coments.php?id=363) pembelajaran
adalah proses yang aktif dimana pelajar membina ide baru berdasarkan
pengetahuan yang lampau. Selanjutnya Bruner (Nur, 2000: 10) meyatakan bahwa mengajarkan
suatu bahan kajian kepada siswa adalah untuk membuat siswa berfikir untuk diri
mereka sendiri, dan turut mengambil bagian dalam proses mendapatkan
pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk. Bruner
melanjutkan, bahwa dalam membangun pengetahuan didasarkan kepada dua asumsi
yaitu (a) asumsi pertama adalah perolehan merupakan suatu proses interaktif
yaitu orang yang belajar akan berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif,
perubahan tidak hanya terjadi dilingkungan tetapi juga dalam diri orang itu
sendiri. (b) sumsi kedua adalah orang yang mengkonstruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang tersimpan yang
diperoleh sebelumnya (Dahar,
1997: 98).
Menurut
Nasution
(1987: 9),
dalam proses belajar terdapat tiga episode yang harus dilalui, yakni (a) informasi, (b) transformasi, dan (c) evaluasi. Ketiga episode itu
dapat dijelaskan sebagai berikut:Informasi.
Dalam setiap pembelajaran siswa akan memperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah
pengetahuan yang telah dimiliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, dan
ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah diketahui
sebelumnya.Informasi. Informasi harus
di analisis, diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau
konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini
bantuan guru sangat diperlukan.Evaluasi.Informasi
yang telah diperoleh tersebut dinilai untuk dapat di mafaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain.
Bruner menekankan
adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Cara belajar yang
terbaik menurut Bruner
adalah memahami konsep, arti, dan hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan.
Dengan teorinya free discovery learning,
Buner mengatakan bahwa proses akan berjalan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya
(Budianingsih, 2005: 43).
B. Konsep Pembelajaran Sejarah
Menurut Aman (2001: 68),
pembelajaran sejarah bukanlah rentetan peristiwa yang kering dan
partikularistik, yang berhenti pada dirinya, seakan-akan pertikel-pertikel
masing-masing berada dalam kevakuman. Sejarah tidak bisa ditampilkan sebagai
rentetan “satu peristiwa yang diikuti peristiwa lain”. Sehingga hal yang
demikian ini baru dapat disebut kronologi. Jika argumen ini hendak
ditingkatkan, maka sebagai pelajaran, pembelajaran sejarah yang merupakan
wacana intelektual itu harus menampilkan diri sebagai art, seni yang memberi kenikmatan intelektual. Seni sebagai made of dircourse terpantul dalam
sistematika penyajian kisah dan gaya bahasa serta rasionalitas dalam pengajuan
keterangan peristiwa.
Sedangkan menurut Latief (2012: 21) secara umum pengajaran sejarah bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik, dan menyadarkan peserta didik untuk mengenal
diri dan lingkungannya, serta, memberikan perspektif historikalitas. Sedangkan
secara spesifik, tujuan pengajaran sejarah ada tiga yaitu, mengajarkan konsep,
mengajarkan keterampilan intelektual, dan memberikan informasi kepada peserta
didik.
Djoko Suryo (Aman,2011: 62)merumuskan beberapa
indikator terkait dengan pembelajaran sejarah tersebut sebagau sarana
pendidikan bangsa terutama dalam aplikasi seajrah normatif yakni: (1)
pembelajaran sejarah memiliki tujuan, substansi, dan sasaran pada segi-segi
yang bersifat normatif; (2) nilai dan makna sejarah diarahkan pada kepentingan
tujuan pendidikan daripada akademik atau ilmiah murni; (3) aplikasi
pembelajaran sejarah bersifat pragmatik, sehingga dimensi dan substansi dipilih
dan disesuaikan dengan tujuan, makna, dan nilai pendidikan yang hendak dicapai
yakni sesuai dengan tujuan pendidikan; (4) pembelajaran sejarah secara normatif
harus relevan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional; (5) pembelajaran
sejarah harus memuat unsur pokok: instructiion,
intelectual, training, dan pembelajaran moral bangsa dan civil society yang demokratis dan
bertanggung jawab pada masa depan bangsa; (6) pembelajaran sejarah tidak hanya
menyajikan pengetahuan fakta pengalaman kolektif dari masa lampau, tetapi harus
memberikan latihan berpikir kritis dalam memetik makna dan nilai dari peristiwa
sejarah yang dipelajarinya; (7) interpretasi sejarah merupakan latihan berpikir
secara intelektual kepada para peserta didik (learning process dan reasoning) dalam pembelajaran sejarah; (8)
pembelajaran sejarah berorientasi pada humaistic
dan verstehen (understanding), meaning, historical conciouness bukan sekedar pengetahuan kognitif
dari pengetahuan (knowledge) dari
bahan sejarah; (9) nilai dan makna peristiwa kemanusiaan sebagai nilai-nilai
universal di samping nilai partikular; (10) virtue, religiusitas, dan keluhuran
kemanusiaan universal, dan nilai-nillai patriotisme, nasionalisme, dan
kewarganegaraan, serta nilai-nilai demokratis yang berwawasan nasional, penting
dalam penyajian pembelajaran sejarah; (11) pembelajaran tidak saja mendasari
pembentukan kecerdasan atau intelektualitas, tetapi pembentukan manusia yang
tinggi; dan (12) relevansi pembelajaran sejarah dengan orientasi pembangunan
nasional berwawasan kemanusiaan dan kebudayaan.
1.
Karakteristik
Mata Pelajaran Sejarah di SMA
Sejarah merupakan
cabang ilmu pengetahuan yang menelaah asal-usul dan perkembangan serta peranan
masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu.
Pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat
digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian
peserta didik. Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategir dalam
pembentukanwatak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara substantif, materi
sejarah:
a. Mengandung
nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepoloporan, patriotisme, nasionalisme,
dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian
peserta didik;
b. Memuat
khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, trmasuk peradaban bangsa Indonesia.
Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses
pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan;
c. Menanamkan
kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat
bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa;
d. Sarat
dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis
multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari;
e. Berguna
untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara
keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
BerdasarkanPeraturan
Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah mata pelajaran sejarah untuk Sekolah Menengah Atas meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:
1. Prinsip
dasar ilmu sejarah
2. Peradaban
awal masyarakat dunia dan Indonesia
3. Perkembangan
negara-negara tradisional di Indonesia
4. Indonesia
pada masa penjajahan
5. Pergerakan
kebangsaan
6. Proklamasi
dan perkembangan negara kebangsaan Indonesia (Aman, 2011: 56).
2.
Tujuan
Mata Pelajaran Sejarah SMA
Peraturan
Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah menyebutkan bahwa Mata Pelajaran Sejarah di SMA secara rinci
memiliki 5 tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan
sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
2. Melatih
daya kritis peseta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan
didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
3. Menumbuhkan
apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai
bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.
4. Menumbuhkan
pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui
sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan
datang.
5. Menumbuhkan
kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang
memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam
berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional (Aman, 2011: 58).
Dari uraian di atas, maka pada
prinsipnya kelima tujuan tersebut memiliki tujuan penting untuk membentuk dan
mengembangkan 3 kecakapan peserta didik, yaitu kemampuan akademik, kesadaran
sejarah, dan nasionalisme.
C.
Hasil Belajar Sejarah
Menurut Sudjana (2005:
22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Sejalan dengan itu menurut Dimyati dan Mudjiono
(2006: 251), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi
yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
balajar, tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar
merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Hasil belajar adalah
suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan,
tetapi juga membentukkecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang
belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti
suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun
kualitatif. Untuk melihat hasil belajar siswa dilakukan suatu penilaian
terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian
merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan
yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serat
kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan
(Rudiyanto, 2012: 27).
Dalam pembelajaran
sejarah, perlu dilakukanpenilaian pembelajaran sejarah atas tiga ranah atau domain yakni kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir manusia yang
terdiri dari 6 jenjang yakni: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesisi, dan evaluasi. Ranah afektif berhubungan dengan keterampilan pengembangan
sikap dan kepribadian yang terdiri atas 5 jenjang yakni: penerimaan,
penanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan penjatidirian. Rana
psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik yang dikendalikan oleh
kematangan psikologis dan karena itu sifatnya itu bukan sesuatu yang biologis.
Jenjang ranah psikomotorik ini adalah persepsi, kesiapan, penanggapan
terpimpin, mekanistik, penanggapan yang bersifat kompleks, adaptasi, dan originalitas (Aman,
2011: 75). Dengan
demikian, keberhasilan proses pembelajaran, dapat ditunjukkan dengan hasil
pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud adalah terjadinya perubahan dan
perbedaan dalam cara berpikir, merasakan, dan kemampuan untuk bertindak serta
mendapat pengalaman dalam proses belajar mengajar.
Pada mata pelajaran
sejarah, hasil belajar sejarah mencakup kecakapan akademik, kesadaran sejarah,
dan nasionlisme. Kecakapan akademik menyangkut ranah kognitif yang menyangkut
ranah kognitif yang mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dikembangkan dalam pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang berlaku.
Penilaian kesadaran sejarah meliputi kemampuan: 1) menghayati makna dan hakekat
sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang; 2) mengenal diri sendiri dan
bangsanya; 3) membudayakan sejarah bagi pembinaan budaya bangsa; dan 4) menjaga
peninggalan sejarah bangsa. Sedangkan aspek nasionalisme menyangkut: 1)
perasaan bangga siswa sebagai bangsa indonesia; 2) rasa cinta tanah air dan
bangsa; 3) rela berkorban demi bangsa; 4) menerima kemajemukan; 5) bangga pada
budaya yang beraneka ragam; 6) menghargai jasa para pahlawan; dan 7)
mengutamakan kepentingan umum (Aman, 2011: 77).
Dari
pendapat di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar
sejarah adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa setelah mengalami
proses pembelajaran pada mata pelajaran sejarah yang mencakup kecakapan
akademik, kesadaran sejarah, dan nasionlisme.
D.
Model Pembelajaran
Snowball Throwing
1.
Pengertian
Model Pembelajaran
Snowball Throwing
Snowball secara etimologi berarti bola
salju, sedangkan Throwing artinya
melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan
melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball
Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat
oleh siswa kemudian dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab.Menurut
Bayor, Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif
(active learning) yang dalam
pelaksanaannya banyak melibatkan siswa. Peran guru di sini hanya sebagai
pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban
terhadap jalannya pembelajaran.Sedangkan menurut Saminanto, model pembelajaran Snowball Throwing disebut juga model pembelajaran gelundungan bola
salju.Model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima
pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan
menyampaikan pesan tersebutkepada temannya dalam satu kelompok(http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com).
Depdiknas (2001: 5)mengemukakan bahwa snowball throwing adalah
paradigma pembelajaran efektif yang merupakan rekomendasi UNESCO, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to livetogether), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Snowball Throwing adalah suatu model
pembelajaran yang diawali dengan pembentukankelompok yang diwakili ketua
kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat
pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke
siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh.
Model pembelajaran Snowball Throwing adalah
suatu tipe model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggali potensi kepemimpinan
murid dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di
padukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju(http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com).
2. Langkah-Langkah
Pelaksanaan Snowball Throwing
Menurut
Saminanto (2011: 37) langkah-langkah model pembelajaran Snowball Throwing adalah (a) guru menyampaikan materi yang akan disajikan, (b) guru membentuk kelompok-kelompokdanmemanggil
masing-masing ketua kelompok untuk memberikanpenjelasan tentang
materi, (c) masing-masing
ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, (d) kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok, (e) kemudian
kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari
satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit, (f) setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada
siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian, (g) evaluasi, (h) penutup.
Untuk melaksanakan model
pembelajaran dengan menggunakan Snowball Throwing, pendidik perlu melakukan beberapa
persiapan. Persiapan/langkah yang harus dilakukan adalah (a) guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan
minimal 25 pertanyaan singkat, lebih banyak lebih baik, (b) guru menyiapkan bola kecil (bisa bola
karet atau bola kain), yang akan di gunakan sebagai alat lempar, (c) guru
menerangkan cara bermain Snowball Throwing
kepada siswa
Aturan atau cara bermain Snowball Throwing adalah (1) guru melemparkan bola secara acak
kepada salah satu siswa, (2) siswa yang mendapatkan bola melemparkannya ke
siswa yang lain, boleh secara acak atau secara sengaja, (3) siswa yang mendapatkan
bola dari temannya melemparkannya kembali ke siswa lainnya, (4) siswa ketiga
/siswa terakhir, berkewajiban untuk mengerjakan soal yang telah disiapkan
oleh guru, (5) mengulangi terus metode di atas, sampai soal yang disediakan
habis atau waktu habis: (a) guru memulai dengan melemparkan bola kepada siswa
secara acak, (b) siswa melemparkannyakembali ke arah siswa yang lain, sesuai
dengan peraturan yang telah dijelaskan sebelumnya, (c) siswa terakhir yang
menerima bola harus menjawab pertanyaan nomor satu, (d) guru membenarkan jika
jawaban salah, menegaskan apabila kurang pas dan menerangkan/membahas soal yang
baru saja dijawab(http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
3.
Kelebihan/Keunggulan dan Kelemahan Model Snowball
Throwing
a.
Kelebihan/Keunggulan Model Snowball Throwing
Model Snowball Throwing mempunyai
beberapa kelebihan yang semuanya melibatkan dan keikutsertaan siswa dalam
pembelajaran. Kelebihan dari model Snowball
Throwing adalah (1) suasana pembelajaran menjadi
menyenangkan karena siswa seperti bermain dengan melempar bola kertas kepada
siswa lain, (2) siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir karena diberikesempatan utk membuat soal dan diberikan pada siswa
lain, (3) membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak
tahu soal yang dibuat temannya seperti apa, (4) siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran, (5) pendidik tidak
terlalu repot membuat media karena siswa terjun langsung dalam praktek, (6) pembelajaran
menjadi lebih efektif, (7) ketiga aspek yaitu aspek koknitif, afektif dan
psikomotor dapat tercapai (http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
b. Kelemahan/Kekurangan Model Snowball
Throwing
Disamping terdapat kelebihan tentu
saja model Snowball Throwing juga mempunyai kekurangan. Kelemahan
dari model ini adalah
(1) Sangat bergantung pada kemampuan siswa dalam memahami
materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat
dari soal yang dibuat siswa biasanya hanya seputar materi yang sudah dijelaskan
atau seperti contoh soal yang telah diberikan, (2) Ketua kelompok yang
tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu
menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami
materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit
untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran, (3) Tidak ada kuis individu
maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat berkelompok kurang
termotivasi untuk bekerja sama. tapi tdk menutup kemungkinan bagi guru
untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok, (4) Memerlukan
waktu yang panjang, (5)Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar, (6) Kelas
sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid (http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
Tetapi kelemahan dalam penggunaan model ini dapat
tertutupi dengan cara: (1) guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan
didemontrasikan secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya, (2) mengoptimalisasi
waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan kelompok dan pembuatan
pertanyaan, (3) guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan
bisa diatasi, (4) memisahkan group anak yang dianggap sering dianggap sering
membuat gaduh dalam kelompok yang berbeda, (5) tapi tidak menutup
kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis
individu dan penghargaan kelompok (http://mgmppknkabkuburaya.blogspot.com/).
E. Penelitian
Relevan
Penelitian yang relevan
dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Puspaniongrum (2010) tentang
Penerapan Model
Pembelajaran Snowball Throwing Sebagai Alat Evaluasi Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Materi Menghargai Persamaan Kedudukan Warga
Negara (PTK Siswa Kelas X.1 SMA Negeri 4 Cimahi).
Ferayanti mengungkapkan bahwa pemahaman siswa terhadap materi PKn kususnya
dalam materi menghargai persamaan kedudukan warga negara lebih meningkat.
Setelah digunakan model pembelajaran Snowball
Throwing
hal
ini karena selain digunakan sebagai model pembelajaran, Snowball Throwing tersebut
pun digunakan sebagai alat evaluasi sehingga siswa dituntut untuk lebih
memperhatikan materi yang sedang dipelajari.
Penelitian lain yang
dilakukan oleh Lestari (2012)
tentang Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa
Kelas VII.B6 SMP Negeri 4 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012.
Penelitian tersebut mengungkapkan: (1) terjadi peningkatan rata-rata hasil
belajar siswa sebesar 10,56% yaitu rata-rata siswa pada siklus I sebesar 69,84
menjadi 80,40 pada siklus II. Ketuntasan klasikal meningkat sebesar 50% dan
meningkat pada siklus II menjadi 100%. Jumlah siswa yang dinyatakan tuntas pada
siklus I sebanyak 14 orang, dan siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus II
sebanyak 28 orang. (2) respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Snowball Throwing pada
mata pelajaran TIK khussnya dalam materi perangkat lunak program aplikasi
adalah positif dengan rata-rata sebesar 75,29 dengan kualifikasi setuju.
Berdasarkan
hasil penelitian tersebu menunjukkan pentingnya menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing di dalam kelas guna meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa serta efektifitas mengajar guru.
F. Kerangka
Pikir
Untuk meningkatkan hasil belajar
Sejarah, dalam pembelajarannya harus menarik sehingga siswat termotivasi untuk
belajar hingga akhirnya dapat memperbaiki hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
diperlukan model Snowball Throwing sebagai
salah satu model
yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar Sejarah siswa, dimana
siswa lebih banyak berperan sebagai subjek belajar. Guru merancang proses
pembelajaran yang melibatkan siswa secara integratif dan komprehensif pada
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar. Agar
hasil belajar Sejarah meningkat, maka diperlukan situasi, cara dan strategi
pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran,
pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses pembelajaran. Adapun model yang dapat digunakan untuk membuat
siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar Sejarah siswa adalah model Snowball Throwing.
Untuk
lebih jelasnya, maka
dapat dilihat pada skema seperti dibawah ini:
Rendahnya
Hasil Belajar Sejarah
|
Penerapan Model Pembelajaran
Snowball Throwing
|
Efektivitas Mengajar Guru
|
Hasil
Belajar Sejarah Meningkat
|
Faktor Guru:
1.
Monoton
2.
Kurang
Kreatif
|
Faktor Siswa:
1.
Kurang Aktif
2.
Cepat Bosan
|
Aktivitas Belajar
Siswa
|
G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah :
1. Penerapan
model Snowball
Throwing
dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan
efektivitas mengajar guru di Kelas XI. IPS2 SMA
Negeri 1 Rumbia.
2. Penerapan
model Snowball
Throwing
dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa di Kelas XI. IPS2
SMA Negeri 1 Rumbia.
3. Penerapan
model Snowball
Throwing
dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan hasil
belajar siswa di Kelas XI. IPS2
SMA Negeri 1 Rumbia.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus sampai 25 September pada
semester ganjil
tahun
pelajaran
2013/2014.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Rumbia pada
Siswa Kelas XI. IPS2. Pemilihan Kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia karena kelas ini memiliki nilai hasil belajar
yang rendah.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing untuk meningkatkan efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa serta hasil
belajar siswa pada mata pelajaran sejarah
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa Kelas XI. IPS2
yang berjumlah 23
orang yang terdiri dari 10 orang laki-laki
dan 13 orang perempuan.
D. Aspek yang Diteliti
Terdapat
dua aspek
yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu:
1. Aspek Guru
Hal yang
diteliti dari guru adalah efektivitas guru dalam menyajikan materi
pelajaran sejarah dengan
menggunakan model pembelajaran Snowball
Throwing.
2. Aspek Siswa
Ada dua aspek
yang diteliti yang berkaitan dengan siswa yaitu: (a) aktivitas siswa selama mengikuti
proses pembelajaran sejarah dengan model pembelajaran
Snowball Throwing, dan (b) hasil belajar siswa setelah
mengikuti pembelajaran sejarah melalui penerapan model pembelajaran Snowball Throwing.
E. Prosedur Penelitian
Tindakan
|
Perencanaan
|
Permasalahan
|
Terselesaikan
|
Observasi
|
Analisa
|
Refleksi
|
Lanjut Siklus II
|
Perencanaan II
|
Tindakan II
|
Permasalahan
|
Terselesaikan
|
Observasi II
|
Analisa II
|
Refleksi II
|
Laporan Terselesaikan
|
Gambar
3.1. Prosedur Penelitian (Arikunto, 2011:16)
1. Perencanaan
Tahap ini merupakan tahapan dengan
kegiatan menyusun rencana tindakan penelitian. Rencana penelitian ini akan
dilakukan bersama guru mitra. Dalam penyusunan rencana tidakan ini akan dibahas
mengenai hal-hal yang akan dilakukan ketika tindakan berlangsung, seperti
membuat perangkat pembelajaran, menyiapkan materi pembelajaran sejarah,
instrumen penelitian, dan alat evaluasi.
2. Pelaksanan
Tindakan
Pelaksanaan tindakan yaitu praktek
pembelajaran yang nyata berdasarkan rencana yang disusun bersama sebelumnya.
Tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan, meningkakan kualitas atau
mencari solusi permasalahan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan model
pembelajaran snowball
throwing untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai
rencana dan persiapan yang telah dibuat untuk setiap siklusnya.
3. Pengamatan
Pada tahap ini akan dilaksanakan
observasi/pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing yang
menggunakan format observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Pengamatan ini
sangat penting untuk melihat adakah perubahan yang terjadi dalam pembelajaran
Sejarah dengan menggunakan model
Snowball Throwing.
4. Refleksi
Tahap refleksi dilakukan atas hasil
observasi/pengamatan yang dilakukan terhadap jalannya pembelajaran dengan
menggunakan model
pembelajaran Snowball Throwing.
Dalam tahap refleksi ini, hasil observasi dan hasil evaluasi diri siswa dan
wawancara dikumpulkan serta dianalisis.
F.
Teknik
Pengumpulan Data
1. Lembar
Observasi
Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati efektivitas mengajar guru dan
aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung berdasarkan model pembelajaran Snowball
Throwing.
2. Tes
Hasil Belajar
Tes hasil belajar ini akan digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa setelah proses pembelajaran.
G.
Teknik Analisis
Data
Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan teknik analisis
deskriptif yaitu menentukan persentase keberhasilan efektivitas mengajar guru,
peningkatan persentase aktivitas belajar siswa dan menentukan nilai rata-rata
siswa serta menggunakan persentase hasil belajar siswa.
Adapun rumus analisis
statistik kuantitatif adalah sebagai berikut:
1.
Rumus
Persentase aktivitas mengajar guru
(Memes, 2011: 34)
2. Rumus
Persentase Aktivitas Belajar Siswa
(Memes,
2011: 36)
3. Menentukan Nilai
Rata-Rata
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
(Sudjana, 2005: 67)
4. Menentukan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
(Sugiyono,
2006: 43)
H.
Indikator Kinerja
Sebagai indikator keberhasilan dalam penelitian ini dilihat dari dua segi, yaitu dari segi proses dan
segi hasil belajar siswa.
1.
Dari
segi proses efektivitas mengajar guru, tindakan
dikatakan
berhasil
apabila minimal 90%
efektivitas mengajar guru sesuai dengan skenario pembelajaran.
2.
Dari
segi
proses
aktivitas
belajar
siswa, tindakan
dikatakan
berhasil
apabila
minimal 90% aktivitas
belajar
siswasesuai
dengan scenario pembelajaran.
3.
Dari
segi hasil belajar siswa, penelitian
ini
dikatakan
berhasil
apabila minimal 80% siswa
telah
mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Seorang siswa dikatakan tuntas apabil telah memperoleh skor 75 (berdasarkan ketetapan sekolah di SMA Negeri 1
Rumbia)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Kegiatan
Pendahuluan
Penelitian ini diawali dengan
kegiatan wawancara awal dengan guru mata pelajaran sejarah kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia pada tanggal 3 juni 2013. Dari hasil wawancara diperoleh
informasi bahwa hasil belajar sejarah siswa kelas XI. IPS2 selama dua tahun
berturut-turut pada tahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013 semester I pada
materi “Perkembangan Negara Tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di
Indonesia” masih banyak siswa yang belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan disekolah yaitu
75.Pada
wawancara awal ini juga guru mata pelajaran sejarah mengungkapkan bahwa salah
satu penyebab rendahnya hasil belajar sejarah siswa kelas XI. IPS2
adalah siswa kurang antusias atau kurang aktif dalam mengikuti pelajaran
sejarah, hal ini sejalan dengan pengamatan langsung di lapangan bahwa dengan
metode mengajar guru yang monoton dan tanpa menggunakan model pembelajaran yang
dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menarik bagi siswa
menyebabkan siswa kurang tertarik dan merasa bosan mengikuti pelajaran sejarah.
2.Tindakan Siklus I
a.
Perencanaan
Setelah ditetapkan untuk menerapkan model
pembelajaran tipe kooperatif snowball throwing dalam pembelajaran sejarah perlu
disiapkan beberapa hal untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran, maka
kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) Membuat skenario pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), (2) Membuat/menyiapkan lembar observasi terhadap
efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama proses
pembelajaran berlangsung,(3) menyiapkan kertas yang akan dibuat sebagai bola
salju, (4) Mendesain/membuat alat evaluasi untuk mengetahui tingkat penguasaan
materi setelah siswa mengikuti kegiatan proses pembelajaran.
b.
Pelaksanaan
Tindakan
Proses
pembelajaran
siklus I pertemuan
pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013, dan pertemuan
kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 2013 dengan materi pengaruh
hindu-Buddha dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Hindu-Budha) di Indonesia. Dalam pelaksanaannya guru memulai
proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah
disiapkan sebelumnya. Adapun
langkah-langkah pembelajaran
dengan
penerapan model pembelajaran Snowball Throwing adalah sebagai berikut:
1. Guru mengelola kelas termasuk mengapsen, berdoa dan
menanyakan kesiapan siswa untuk menerima pelajaran.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3. Guru mengecek pengetahuan siswa mengenai kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia.
4. Memberikan informasi mengenai model pembelajaran Snowball Throwing yang akan di gunakan
dan aturan main model pembelajaran tersebut.
5. Guru menguraikan secara umum Materi pengaruh
hindu-Buddha dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Hindu-Budha) di Indonesia
6. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok secara
heterogen setelah itu memanggil ketua-ketua kelompok untuk memberikan
penjelasan tentang materi.
7. Guru meminta para ketua kelompok untuk kembali ke kelompoknya
kemudian menjelaskan materi yang telah disampaikan.
8. Guru memberikan masing-masing satu lembar kertas kerja
ke setiap siswa untuk menuliskan satu pertanyaan yang menyangkut tentang
materi.
9. Guru mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan oleh
siswa kemudian membuat kertas pertanyaan tersebut menjadi seperti sebuah bola
yang selanjutnya akan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain.
10. Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab
benar kemudian guru mengulangi langkah 5-6 sampai 10 menit menjelang akhir
waktu pembelajaran.
11. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran
yang sudah di diskusikan.
12. Memberikan
evaluasi, pemberian evaluasi ini dilakukan setelah sub pokok bahasan selesai (2
kali tatap muka) tujuannya yaitu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan.
c.
Observasi dan Evaluasi
Observasi dimaksudkan
untuk mengamati efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama
proses pembelajaran
berlangsung. Sedangkan evaluasi siklus I dilakukan pada pertemuan ke-3 (tiga)
dimana bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran.
1. Observasi
efektivitas mengajar guru.
Observasi efektivitas mengajar guru
dilakukan untuk melihat kemampuan mengajar guru dalam mengajarkan mata
pelajaran sejarah melalui penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing. Observasi
dilakukan pada semua tahap pembelajaran yaki: (a) kegiatan pendahuluan, (b)
kegiatan inti, dan (c) kegiatan penutup.
Berdasarkan hasil observasi
efektivitas mengajar guru pada siklus I, terlihat bahwa efektivitas guru dalam
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing belum maksimal, dimana
dari 13
aspek
efektivitas guru yang diobservasi hanya 9 yang terlaksana dengan persentase
mencapai 69,23%
artinya masih ada hal-hal yang masuk dalam kategori yang diobservasi namun
masih kurang nampak pada aktivitas guru selama proses mengajar berlangsung.
Sehingga efektivitas mengajar guru pada siklus I belum mencapai indikator
kinerjayaitu 90%.
Adapun kelemahan/penyebab belum
tercapainya indikator kinerja yaitu: (a) Guru
belum terlihat memberikan motivasi kepada siswa sehingga
siswa masih kurang tertarik mengikuti pelajaran, (b) Guru terlihat belum dapat mengontrol
kelas secara baik sehingg keadaan kelas masih gadu dan hal
ini menyita banyak waktu, (c) Guru
belum nampak memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab maupun yang
menanggapi jawaban, (c) Guru
tidak terlihat membimbing siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran
berhubung karena jam pelajaran telah selesai.
2.
Observasi Aktivitas belajar Siswa
Selain efektivitas mengajar guru,
diamati pula aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil observasi aktivitas
siswa selama proses pembelajaran pada
siklus I, terlihat bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran
berlangsung masih tergolong rendah, dimana dari 11 aspek aktivitas siswa yang
diobservasi hanya 6
yang tercapai dengan persentase mencapai 54,54% artinya banyak hal yang masuk
dalam kategori yang diobservasi namun masih kurang nampak pada siswa selama
proses kegiatan pembelajaran
berlangsung. Sehingga pembelajaran pada siklus I ini belum mencapai indikator
kinerja yaitu 90%.
Adapun kelemahan/penyebab belum
tercapainya indikator kinerja
yaitu: (a)dalam
memulai pelajaran siswa masih terlihat gadu sehingga
belum dapat menyimak
penjelasan guru dengan baik, (b) siswa
masih terlihat malu-malu menjawab/mengemukakan pendapat pada
saat guru melakukan apersepsi, (c) siswa
masih terlihat gadu dalam pembagian kelompok, (c) siswa masih terlihat kaku dan
belum berani mengajukan pertanyaan, (d) siswa belum terlihat menyimpulkan
pelajaran karena jam pelajaran telah selesai,
sementara proses ini sangat penting untuk menguatkan kembali ingatan siswa
tentang materi pelajaran yang telah selesai dipelajari.
3. Evaluai
Hasil Belajar
Setelah dilakukan proses
pembelajaran selama 2 (dua) kali pertemuan, maka untuk mengetahui sejauh mana
penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dan indikator keberhasilan
siswa maka dilakukan evaluasi
pada tanggal 4 September 2013. Dari hasil evaluasi diperoleh
nilai hasil belajar siswa pada pembelajaran siklus I terlihat bahwa masih banyak
siswa yang belum mencapai KKM, dimana KKM yang telah ditentukan oleh sekolah
yaitu 75. Dari 23 siswa hanya 13orang
siswa yang mencapai KKM dengan persentase 56,52% dan 10 orang siswa yang belum
mencapai KKM dengan persentase 43,48%.Hasil belajar juga dapat diketahui bahwa
pada siklus I terlihat nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 71,74 dengan
nilai minimum 40 dan nilai maksimum 90. Adapun distribusi skor perolehan hasil
belajar siswa disajikan pada tabel 1 berikut
Tabel
1: Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa pada
Siklus I
No.
|
Hasil Belajar
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1
|
0 – 54
|
2
|
8,70%
|
2
|
55 – 64
|
5
|
21,74%
|
3
|
65 – 74
|
3
|
13,04%
|
4
|
75 – 84
|
7
|
30,43%
|
5
|
85 – 100
|
6
|
26,09%
|
Jumlah
|
23
|
100%
|
Sumber Data: Diolah dari data penelitian
2013
Dari tabel 1 di atas digambarkan bahwa;2 orang siswa yang memperoleh
nilai 0–54 dengan
persentase 8,70%, 5 orang siswa
yang memperoleh nilai 55–64 dengan persentase 21,74%,
3 orang siswa
yang memperoleh nilai interval 65–74 dengan persentase 13,04%,7orang siswayang memperoleh
nilai interval 75–84 dengan persentase 30,43%,
dan 6 orang siswa
yang memperoleh nilai interval 85-100 dengan persentase 26,09%.
Dengan demikian pada pembelajaran siklus I siswa umumnya memperoleh nilai pada
interval 75
– 84.
Selanjutnya untuk melihat
distribusi dan persentase ketuntasan hasil belajar siswa disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 2:
Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus I
Ketuntasan
|
Jumlah siswa
|
Persentase (%)
|
Tuntas
|
13
|
56,52%
|
Tidak tuntas
|
10
|
43,48%
|
Jumlah
|
23
|
100%
|
Sumber
Data: Diolah dari data penelitian 2013
Dari tabel 2 di atas, terlihat bahwa jika
dianalisis secara persentase maka ketuntasan belajar siswa mencapai 56,52%. Dengan demikian, makaindikator
kinerja siswa secara klasikal belum mencapai target yang ditentukan dimana indikator
kinerja yang ditentukan yaitu 80%.
d.
Refleksi
Berdasarkan hasil
observasi dan evaluasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing pada siklus I belum
maksimal,
karena penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing
ini merupakan baru pertama kali diterapkan dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Rumbia khususnya
di kelas XI. IPS2.
Hal ini menyebabkan siswa masih kurang disiplin dalam pembelajaran karena belum
memahami makna dari model pembelajaran Snowball Throwing, namun telah
menunjukkan kemajuan/peningkatan persentase kelulusan siswa dibandingkan dengan
pembelajaran sebelumnya yang tidak menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran. Adapun kelemahan-kelemahan
yang terdapat pada pembelajaran siklus I yaitu: (a) Guru belum terlihat memberikan
motivasi kepada siswa sehingga siswa masih kurang tertarik mengikuti pelajaran,
(b) Guru terlihat belum dapat mengontrol kelas secara baik sehingga keadaan
kelas masih gadu dan hal ini menyita banyak waktu, (c) Guru belum nampak
memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab maupun yang menanggapi jawaban,
(d) Guru tidak terlihat membimbing siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran
berhubung karena jam pelajaran telah selesai. Hal ini
menyebabkan aktivitas belajar siswapun belum mencapai indikator kinerja. Oleh
karena itu peneliti dan guru mata pelajaran mendiskusikan dan menyepakati untuk
melanjutkan pembelajaran pada siklus II.
3.
Tindakan
Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Perencanaan
pembelajaran pada siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki proses pembelajaran
yang dipandang belum tuntas pada pembelajaran siklus I. Kegiatan perencanaan
pada siklus II sejalan dengan perencanaan pembelajaran pada siklus I, yaitu:(1)
Membuat skenario pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), (2) membuat/menyiapkan lembar observasi terhadap
efektivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa selama proses
pembelajaran berlangsung,(3) menyiapkan kertas yang akan dibuat sebagai bola
salju, (4) menyiapkan gambar-gambar yang akan dipergunakan dalam
pembelajaran,(5) mendesain/membuat alat evaluasi untuk mengetahui tingkat
penguasaan materi setelah siswa mengikuti kegiatan proses pembelajaran. Adapun
tidakan perbaikan pada siklus II adalah sebagai berikut:(a)guru harus
memberikan motivasi kepada siswa,motivasi dimaksudkan agar siswa semangat dan
tertarik belajar sejarah,
(b) Guru harus dapat mengontrol kelas secara baik agar suasana kelas lebih
tenang dan tidak menyita waktu pelajaran, (c) pada awal
pembelajaran guru harus melakukan apersepsi,apersepsi dilakukan guna mengecek
pengetahuan siswa mengenai materi pelajaran yang akan dibahas. Karena proses
ini sangat penting untuk mengantar pemahaman siswa terhadap materi yang akan diajarkan, (d) Guru
harus memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat kesimpulan atas materi
pelajaran yang telah didiskusikan.
b. Pelaksanaan Tindakan
Proses
pembelajaran
siklus II pertemuan
pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 September 2013, dan pertemuan
kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 September 2013 dengan materi
pengaruh dan munculnya Negara-Negara tradisional (Islam) di Indonesia. Dalam
pelaksanaannya guru memulai proses pembelajaran sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Snowball Throwing adalah sebagai berikut:
1. Guru mengelola kelas termasuk mengabsen, berdoa dan menanyakan kesiapan siswa untuk
menerima pelajaran.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3. Guru mengecek pengetahuan siswa mengenai kebudayaan
islam di Indonesia.
4. Memberikan motivasi pada siswa mengenai manfaat
mempelajari materi yang akan dipelajari.
5. Memberikan informasi mengenai model pembelajaran Snowball Throwing yang akan di gunakan dan aturan main model
pembelajaran tersebut.
6. Guru menguraikan secara umum materi pengaruh dan munculnya negara-negara tradisional
(islam)
di Indonesia.
7. Guru membagi siswa ke
dalam beberapa kelompok
secara heterogen setelah itu memanggil ketua-ketua kelompok untuk memberikan
penjelasan tentang materi.
8. Guru meminta para ketua kelompok untuk kembali ke kelompoknya
kemudian menjelaskan materi yang telah disampaikan.
9. Guru memberikan masing-masing satu lembar kertas kerja ke siswa untuk menuliskan satu
pertanyaan yang menyangkut tentang materi.
10. Guru mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan oleh
siswa kemudian membuat kertas pertanyaan tersebut menjadi seperti sebuah bola
yang selanjutnya akan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain.
11. Guru mengontrol siswa setelah siswa mendapatkan bola
kertas, kemudian meminta siswa untuk menjawab pertanyaan yang berada di bola
tersebut.
12. Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab
benar kemudian guru mengulangi langkah
5-6 selama 10 menit menjelang akhir waktu pembelajaran.
13. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran
yang sudah di diskusikan.
14. Memberikan
evaluasi, pemberian evaluasi ini dilakukan setelah sub pokok bahasan selesai (2
kali tatap muka) tujuannya yaitu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan.
c. Observasi dan Evaluasi
Pelaksanaan observasi pembelajaran
siklus II dan observasi pembelajaran pada siklus I, secara umum hasil observasi
pelaksanaan pembelajaran siklus II telah banyak mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan hasil observasi pada pembelajaran siklus I, sebagai mana
yang tampak pada hasil observasi pada efektivitas mengajar guru dan aktivitas
belajar siswaberikut:
1. Observasi
efektivitas guru
Berdasarkan
pengamatan pada lembar observasi efektivitas mengajar guru, diperoleh informasi
bahwa kinerja guru dalam menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing pada mata pelajaran sejarah mengalami peningkatan
yang signifikan.Dari 13 aspek yang diamatisudah mencapai 92,31% yang dilakukan
oleh guru, dan ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dimana hasil
observasi efektivitas mengajar guru pada siklus I hanya mencapai 69,23% dan
hasil ini telah memenuhi indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu 90%.
2. Observasi
aktivitas siswa
Analisis aktivitas siswa selama
proses pembelajaran pada siklus II terlihat
bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sudah memperlihatkan
peningkatan yang signifikan, dimana dari 11 aspek yang diobservasi sudah
mencapai 90,91% yang nampak pada kegiatan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, yang artinya bahwa aktivitas siswa sudah mengalami peningkatan
yang signifikan dari siklus I dimana persentasenya hanya mencapai
54,54%sehingga persentase aktivitas siswa pada siklus I belum mencapai
indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu 90%, sedangkan pada siklus II
aktivitas siswa sudah mencapai persentase 90,91%, hal ini juga menunjukkan
bahwa proses pembelajaran sejarah berjalan dengan baik pada siklus II dan
kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I sudah dapat diatasi pada siklus
II.
3.
Evaluasi hasil belajar
Berdasarkan
hasil evaluasipembelajaran siklus II pada tanggal 25 September 2013
diperoleh nilai hasil belajar siswa, dengan nilai rata-rata 80,86 dengan nilai minimum 65 dan nilai maksimum 90. Adapun distribusi skor perolehan
hasil belajar siswa disajikan pada tabel berikut:
Tabel
3: Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa pada
Siklus II
No.
|
Hasil Belajar
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1
|
0 – 54
|
0
|
0%
|
2
|
55 – 64
|
0
|
0%
|
3
|
65 – 74
|
3
|
13,04%
|
4
|
75 – 84
|
10
|
43,48%
|
5
|
85 – 100
|
10
|
43,48%
|
Jumlah
|
23
|
100%
|
Sumber Data: Diolah dari data penelitian 2013
Dari
tabel 3
digambarkan bahwa:sudah
tidak ada siswa yang memperoleh nilai interval 0–54 dan interval 55-64, 3 orang siswa
yang memperoleh nilai 65–74 dengan persentase 13,04%,
10 orang siswayang memperoleh
nilai interval 75–84 dengan persentase 43,48%,
dan 10orang siswayang
memperoleh nilai interval 85–100
dengan persentase 43,48%. Dengan demikian diketahui bahwa pada
pembelajaran siklus II siswa pada umumnya memperoleh nilai pada interval 75-100.
Selanjutnya
untuk melihat distribusi dan persentase ketuntasan hasil belajar siswa
disajikan pada tabel 4
berikut:
Tabel
4:
Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus II
Ketuntasan
|
Jumlah siswa
|
Persentase (%)
|
Tuntas
|
20
|
86,96%
|
Tidak tuntas
|
3
|
13,04%
|
Jumlah
|
23
|
100%
|
Sumber Data: Diolah dari data penelitian 2013
Dari tabel 4 di atas, terlihat bahwa jika
dianalisis secara persentase maka ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 86,96%. Dengan demikian, maka indikator
kinerja siswa secara klasikal yakni 80% telah mencapai target yang ditetapkan
pada siklus II.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil
observasi efektivitas guru dan aktivitas
siswa pada siklus II sudah menunjukan peningkatan yang signifikan jika
dibandingkan pada siklus I, Kegiatan pembelajaran pada siklus II sudah
menunjukkan hasil yang diharapkan, baik
terhadap efektivitas mengajar guru maupun aktivitas belajar siswa. Dalam
observasi efektivitas mengajar guru telah mencapai 92,31% dan aktivitas siswa
mencapai 90,91% dalam peroses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Snowball Throwing sudah
menunjukkan hasil yang mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu
90%.
Berdasarkan analisis
hasil ketuntasan belajar diperoleh 86,96% siswa telah mencapai KKM. Hal ini
menunjukkan bahwa dari 23 siswa sudah 20 siswa diantaranya telah memahami
materi pelajaran
sejarah dengan
menggunakan model snowball
throwing.
Hasil ini telah melampaui batas minimal indikator keberhasilan yang ditetapkan
yakni 80%. Dengan demikian hipotesis tindakan telah tercapai, dimana dengan
menggunakan model
pembelajaran Snowball Throwing dalam
pembelajaran sejarah pada kompetensi dasar “Menganalisis perkembangan Negara
tradisional (Hindu-Buddha dan islam) di Indonesia.” pada
siswa kelas XI. IPS2
SMA
Negeri 1 Rumbia
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Secara
umum gambar perkembangan hasil belajar siswa untuk setiap siklus, disajikan berikut ini :
Tabel 5:
Analisis Ketuntasan Hasil Belajar siswa pada Setiap Siklus
Ketuntasan
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
F
|
(%)
|
F
|
(%)
|
|
Tuntas
|
13
|
56,52
|
20
|
86,96
|
Tidak Tuntas
|
10
|
43,48
|
3
|
13,04
|
Jumlah
|
23
|
100
|
23
|
100
|
Sumber data; Diolah dari hasil
penelitian 2013
B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini dengan penerapan model pembelajaran Snowball
Throwing dalam
pembelajaran merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Sejarah di kelas XI. IPS2
SMA
Negeri 1 Rumbia pada
materi pokok “Perkembangan Negara Tradisional
(Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia” yang dipelajari pada semester ganjil.
Penelitian ini dilakukan selama dua siklus, dimana setiap siklus
terdiri dari tiga kali pertemuan. Pada setiap siklus dilakukan kegiatan
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi yang
bertujuan untuk mengetahui kelemahan atau kekurangan yang terjadi pada setiap
siklus I kemudian akan diperbaiki pada siklus berikutnya. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan
model pembelajaran Snowball Throwing. Penilaian hasil belajar siswa
ditentukan dengan indikator kinerja
minimal 80% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan di SMA Negeri 1
Rumbia
yaitu 75,
dan skor perolehan nilai diambil dari hasil tes/evaluasi. Sedangkan penilaian
efektivitas guru dan aktivitas siswa ditentukan dengan indikator kinerja yaitu
minimal 90% skenario pelajaran yang telah dibuat dilaksanakan dengan baik, dan
nilai tersebut diambil dengan menggunakan lembar observasi.
Pada siklus
I pertemuan pertama dilakukan pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013, pertemuan
kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 2013 dengan materi “Pengaruh
hindu-Buddha dan munculnya Negara-Negara Tradisional (Hindu-Buddha) di Indonesia. Siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Rabu tanggal 11 September 2013, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu
tanggal 18 September 2013 dengan materi “Pengaruh dan munculnya
Negara-Negara Tradisional (Islam) di Indonesia”.
Proses
pembelajaran mengacu pada pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Snowball
Throwing.
Pembelajaran
dimulai dengan mengadakan apersepsi yang bertujuan menggali pengetahuan dasar
siswa mengenai materi yang akan dipelajari kemudian setelah beberapa siswa
menyatakan pendapat, guru melanjutkannya dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Hal ini dilakukan agar siswa dapat memahami arah dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Setelah itu guru menjelaskan secara umum
mengenai model pembelajaran
Snowball Throwing yang akan diterapkan dalam pembelajaran, kemudian
guru membagi siswa kedalam kelompok dimana pada setiap siklus siswa dibagi kedalam 5 kelompok dan penentuan
anggota kelompok dibagi secara heterogen. Setelah semua siswa bergabung dengan
anggota kelompoknya masing-masik, guru kemudian memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk diberikan penjelasan mengenai materi yang akan dipelajari
kemudian mengarahkan setiap ketua kelompok untuk kembali ketempat duduknya dan
menyelaskan kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru kepada anggota
kelompoknya.
Langkah
selanjutnya guru memberikan masing-masing satu lembar kertas
kerja ke siswa untuk menuliskan satu pertanyaan yang menyangkut tentang materi pelajaran kemudian guru mengumpulkan
tugas yang telah dikerjakan oleh siswa kemudian membuat kertas pertanyaan
tersebut menjadi seperti sebuah bola yang selanjutnya akan dilemparkan dari
satu siswa ke siswa lain.
Siswa yang mendapat bola kertas harus menjawab pertanyaan yang ada dalam kertas
tersebut. Setelah siswa menjawab soal dengan baik guru memberikan apresiasi
kepada siswa agar siswa yang lainnya puntermotivasi dalam memahami materi
pelajaran. Pada akhir pembelajaran guru membimbing siswa dalam menyimpulkan
materi yang telah dipelajari, hal ini dimaksudkan agar apa yang telah
dipelajari siswa dapat lebih dipahami dan diingat siswa.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan,
kegiatan pembelajaran pada siklus I belum dapat mencapai indikator kinerja yang
telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari efektivitas guru yang hanya
mencapai 69,23% dari keseluruhan perencanaan yang telah ditentukan, artinya
bahwa kegiatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan penerapan model
pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran
masih tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat bahwa masih banyak
kelemahan-kelemahan pada proses pembelajaran siklus I. adapun
kelemahan-kelemahannya yaitu:(1) Guru
belum terlihat memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa masih kurang tertarik
mengikuti pelajaran, (2) Guru terlihat belum dapat mengontrol kelas secara baik
sehingg keadaan kelas masih gadu dan hal ini menyita banyak waktu, (3) Guru
belum nampak memberikan apresiasi kepada siswa yang menjawab maupun yang
menanggapi jawaban, (4) Guru tidak terlihat membimbing siswa dalam menyimpulkan
materi pelajaran berhubung karena jam pelajaran telah selesai.
Selain itu juga, aktivitas siswa pada proses
pembelajaran siklus I masih rendah. Ini terlihat masih banyak
kelemahan-kelemahan yang dialami siswa ketika dalam proses pembelajaran siklus
I, kelemahan-kelemahan tersebut antaralain yaitu:(1)dalam memulai pelajaran siswa
masih terlihat gadu sehingga belum dapat menyimak penjelasan
guru dengan baik, (2) siswa
masih terlihat malu-malu menjawab/mengemukakan pendapat pada saat guru
melakukan apersepsi, (3) siswa masih terlihat gadu dalam pembagian kelompok,
(4) siswa masih terlihat kaku dan belum berani mengajukan pertanyaan, (5) siswa
belum terlihat menyimpulkan pelajaran karena jam pelajaran telah selesai,
sementara proses ini sangat penting untuk menguatkan kembali ingatan siswa
tentang materi pelajaran yang telah selesai dipelajari.
Rendahnya efektivitas guru dan aktivitas siswa ini
berdampak pada hasil belajar siswa, dimana dari hasil evaluasi siswa pada
pembelajaran siklus I, diperoleh rata-rata hasil belajar siswa adalah 71,74
dengan nilai minimum 40 dan nilai maksimum 90. Rendahnya hasil belajar ini
dapat pula dilihat pada pencapaian ketuntasan belajar siswa yaitu hanya
mencapai 56,52% dan yang tidak tuntas mencapai 43,48%. Hal ini menunjukkan
bahwa indikator kinerja yang telah di tentukan belum tercapai, diman indikator
kinerja untuk hasil belajar siswa yang telah ditentuka yaitu 80%. Ketidak
tercapaiannya indikator kinerja pada siklus I memungkinkan dilakukan proses
pembelajaran siklus II, dimana kelemahan-kelemahan pada siklus satu dapat
diminimalkan.
Setelah melakukan refleksi dan analisis pada siklus
I, dan kemudian dilanjutkan kesiklus II terjadi peningkatan yang signifikan
terhadap kegiatan pembelajaran baik dari aspek guru maupun siswa. Hal ini
terlihat berdasarkan hasil observasi dari segi efektifitas guru sudah 92,31% terlaksana dengan menerapkan model pembelajaran Snowball
Throwing. Demikian
pula aktivitas siswa menglami peningkatan yakni 90,91%. Dari hasil evaluasi belajar
siswa diperoleh rata-rata 80,86
dengan persentase ketuntasan mencapai 86,95%. Perolehan ini cukup tinggi
dibandingkan hasi evaluasi belajar siswa pada siklus I yang hanya mencapai dengan
persentase 56,52%.
Perolehan ini cukup tinggi dan telah melampaui indikator kinerja yang telah
ditentukan.
Adanya peningkatan yang signifikan pada siklus II,
baik menyangkut efektivitas guru maupun aktivitas siswa, rata-rata hasil
belajar dan ketuntasan belajar, menunjukkan bahwa pembelajaran pada siklus II
dapat dihentikan karena indikator kinerja yang telah ditentukan telah tercapai.
Hal ini menunjukkan bahwa
penerapkan model pembelajaran Snowball Throwing
dalam pembelajaran mampu membangkitkan minat dan memperkuat ingatan siswa
terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pendapat ahli, maka hipotesis yang diajuakan dalam penelitian ini yaitu: (1) penerapkan model pembelajaran Snowball
Throwing
dalam
pembelajaran sejarah dapat meningkatkan efektivitas guru, (2)penerapkan model pembelajaran Snowball
Throwingdalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan
aktivitas siswa kelas XI. IPS2
SMA Negeri 1 Rumbia,
(3) penerapkan model
pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran
sejarah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI. IPS2 SMA Negeri 1 Rumbia.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
paparan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapkan
model pembelajaran Snowball Throwing dalam
pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Rumbia dapat
meningkatkan efektivitas mengajar guru dimana pada siklus I hanya mencapai 69,23%
dan pada siklus IImengalami peningkatan yang signifikan yaitu mencapai 92,31%.
2. Penerapkan
model pembelajaran Snowball Throwing dalam
pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Rumbia dapat meningkatkan aktivitas siswa,
dimana pada siklus I hanya mencapai 54,54% sedangkan pada siklus II mengalami
peningkatan yang signifikan yaitu mencapai 90,91%.
3. Dari
segi hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I secara klasikal(guru berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran)
hanya mencapai 56,52%
dengan nilai rata-rata
71,74.
Sedangkan pada siklus II hasil belajar siswa meningkat menjadi 86,96% dengan nilai rata-rata 80,86.
B.
Saran
1.
Kepada
Kepala Sekolah
a. Kepala
Sekolah diharapkan dapat memberikan perhatian dan penugasan kepada guru agar
dalam mengajarnya senantiasa menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran yang senantiasa mengarah pada
pembelajaran yang berprinsip Pembelajaran Kreatif Efektif dan Menyenangkan
(PAKEM).
b. Kepala
Sekolah diharapkan selalu memberikan anjuran pada guru agar senantiasa
menggunakan berbagai pendekatan dan metode pengajaran yang bervariasi dalam
mengajar sehingga tidak membosankan dan agar siswa cenderung untuk aktif.
c. Kepala
Sekolah hendaknya selalu mengingatkan guru untuk mengadakan pengayaan pelajaran
pada anak yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dan memberikan kegiatan
remedial pada anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Menyediakan
kebutuhan pembelajaran yang memadai dan dirancang bagi siswa dan guru atau
memakai yang sesuai dengan materi/kurikulum perkembangan zaman khususnya pada
mata pelajaran sejarah.
e. Ikut
mendorong siswa untuk belajar dan berprestasi dengan baik, khususnya dalam mata
pelajaran sejarah.
2.
Kepada
Guru
a. agar
memilih
dan menerapkan
model-model pembelajaran yang sesuai dengan topik yang dibahas dalam proses pembelajaran.
b. Memberikan
dorongan/motivasi kepada siswa untuk memiliki cara belajar yang baik.
3.
Kepada
siswa
a. Perlu
memperbanyak latihan soal berkaitan dengan materi sejarah sehingga akan dapat
menguatkan kemampuan.
b. Perlu
bertanya/berdiskusi pada teman yang lebih mampu dalam bidang studi IPS Sejarah
agar berhasil dalam belajarnya.
c. Perlunya
kreativitas untuk mempergunakan daya nalar
dan daya pikir
untuk mempelajari sejarah, setiap saat
dimanapun kita berada, kita bias mempelajari sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah.
Yogyakarta. Ombak.
Arif, Muhamad. 2011. Pengantar
Kajian Sejarah. Bandung. CV. Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Budianingsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Dahar, R.W. 1998. Teori-TeoriBelajar.Jakarta: Erlangga.
Depdiknas.
2001. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta:
Depdiknas.
Dimiyati
dan Mudjiono. 2006. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Elis. 2012. Model Pembelajaran
Snowball Throwing. http://mgmppkn
kabkuburaya.blogspot.com. Akses
31 Juni 2013.
Latief,Juraid Abdul. 2012. Manusia, Filsafat, dan Sejarah. Jakarta:
Bumi Aksara.
Lestari, Ketut Budi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk
Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas VII.B6 SMP Negeri 4 Singaraja Tahun
Ajaran 2011/2012. www.pti-undiksha.com/karmapati/.../click.php?id
Memes. 2011. Evaluasi
Pembelajaran. Yogyakarta: University Pres.
Nasution, S.
1987. Berbagai Pendekatan dalam Prose
Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Nur, M. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan
Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Universitas Negeri Surabaya
Press.
Puspaniongrum, Ferayanti. 2010. Penerapan
Model Pembelajaran Snowball Throwing Sebagai Alat Evaluasi Pembelajaran untuk
Meningkatkan PemahamanSiswa Dalam Materi Menghargai Persamaan Kedudukan Warga
Negara (Penelitian Tindakan Kelas Siswa Kelas X-1 Di SMA Negeri 4 Cimahi). Skripsi UPI. Bandung.
Rudiyanto.
2012. Penggunaan Model Cooperative Learning tipe STAD Dalam Pembelajaran IPA
Tentang Peristiwa Sekitar Proklamasi. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Saminanto. 2011. Ayo Praktik
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Cet. VIII.Semarang. Rasail Media Group.
Sasmita.
2009. Pengertian Belajar dan Pembelajaran. http:www.jaring. com.my/web/coments.php?id=363.
Akses, 15 Juli 2013.
Sudjana, N. 2005.PenilaianHasil
Proses BelajarMengajar.Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sudjana, Nana. 2005. Metode
Statistika Bandung. Bandung: Tarsita.
Sugiyono.
2006. Statistik untuk Penelitian.
Bandung: CV Alfabeta.
Suparno, P.
1997. Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta. Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar